PALANGKARAYA – Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Merdeka (GERAM) melapor ke Polda Kalteng. Laporan ini buntut dari adanya kericuhan aksi demonstrasi di kantor Gubernur Kalteng, beberapa waktu lalu.
Sekelompok mahasiswa didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) melaporkan adanya unsur pidana dalam dua aksi demonstrasi ke SPKT Mapolda Kalteng, Selasa (15/11/2022) sore.
Doni, selaku pendamping mahasiswa dari LBH Genta Keadilan, menuturkan bahwa ada dua dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh mahasiswa. Yakni, mengenai kebebasan berpendapat dan dugaan penganiayaan oknum petugas.
“Ya, yang pertama itu adalah menghalang-halangi menyampaikan pendapat di muka umum yang dilakukan oleh inisial AG dan E. Dan yang kedua, dugaan tindak pidana penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum Satpol PP,” kata Doni, didampingi Koordinator Lapangan GERAM, Beni.
Dijelaskannya, laporan ini bukan hanya sekedar tujuan untuk menghukum para terlapor. Namun lebih untuk menunjukkan bagaimana berdemokrasi yang baik. Yaitu, dimana ada warga negara Indonesia menyampaikan pendapatnya dimuka umum, wajib untuk menghargainya.
“Jangan secara arogan kemudian kita membubarkan, apalagi mencopot alat peraga aksi. Karena hak demokrasi menyampaikan pendapat dimuka umum itu adalah hak semua warga negara Indonesia,” katanya.
Menurutnya, berkaca pada tanggal 10 November lalu (aksi GERAM Jilid II), seharusnya aparat kepolisianlah yang berhak mengambil tindakan atau bahkan mencopot alat peraga aksi, apabila seandainya ada ditemukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum.
“Kepolisian lah yang berhak. Baik itu membubarkan atau mencopot alat peraga aksi. Kita harus menghargai kepolisian yang ada di sana,” jelasnya.
Namun, dikatakan Doni, kenyataannya justru berbanding terbalik. Dimana salah satu ormas pada saat itu seakan-akan yang punya kewenangan untuk mengambil tindakan tersebut.
“Memang mahasiswa ini tidak merasa pintar, namanya juga mahasiswa adalah proses belajar. Tapi itulah, mereka ini mau belajar bagaimana berdemokrasi yang benar, bukan dengan arogan. Kemudian mereka juga mau belajar bagaimana bernegara hukum, mereka menghargai hukum. Jadi tidak dengan arogannya mencopot, membubarkan, apalagi kemarin mengumpat dengan kata-kata goblok, itu kan tidak patut,” katanya.
Selain kebebasan berpendapat, mahasiswa juga melaporkan adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum Satpol-PP yang terlibat kericuhan di halaman kantor Gubernur Kalteng, Senin (14/11/2022).
Doni menyayangkan aksi yang dilakukan oleh oknum Satpol PP. Seharusnya sebagai pelayan publik, tidak sepatutnya melalukan perbuatan arogan dan anarkis seperti itu.
“Kalau tidak mampu mengontrol emosi, jangan jadi pelayan publik. Mending jadi rakyat biasa saja. Jadi itu adalah apa yang dilakukan kawan-kawan ini bagian dari demokrasi. Mereka harus menghargai, mereka itu sebagai pelayan publik,” pungkasnya. (rdo/cen)
BACA JUGA : Dua Aparat Satpol PP Korban Kericuhan Demo Gubernur Kalteng Melapor ke Polisi
BACA JUGA : Demo Gubernur Kalteng Berakhir Ricuh Antara Mahasiswa dan Aparat
BACA JUGA : Polisi Lebih Humanis, Satpol PP Dinilai Represif
BACA JUGA : Kepala Satpol PP Berdalih Tak Sengaja Injak Kepala Mahasiswa saat Aksi Berlangsung Keos
BACA JUGA : Sesalkan Tindakan Represif, Mantan Presma Bem UPR: Gubernur Jangan Hindari Mahasiswa!
BACA JUGA : GERAK dan GERAM Nyaris Bentrok, Pasca Penyegelan Kantor Gubernur Kalteng oleh Mahasiswa
BACA JUGA : Disebut Goblok Segel Kantor Gubernur, Mahasiswa: Kami Bukan Oknum yang Memihak Elite Politik!