Mahasiswi Dilecehkan Cabut Laporan? Praktisi Hukum Nilai Ada Kejanggalan

mahasiswi
Praktisi Hukum, Suriansyah Halim.

PALANGKA RAYA – Mahasiswi korban dugaan pelecehan seksual oleh dosen secara mengejutkan dikabarkan mencabut laporan kepolisian dan sepakat berdamai dengan dosen yang dilaporkan.

Mahasiswi salah satu universitas di Kota Palangka Raya berinisial H, sebelumnya telah melaporkan VAG yang merupakan dosen atas dugaan pelecehan seksual. Kasus tersebut ditangani oleh Ditreskrimum Polda Kalteng.

Namun, berjalannya waktu proses hukum yang dilaporkan sejak dilaporkan 5 September 2022 lalu ini dinilai lambat.

Kini adanya kabar bahwa pelapor mencabut laporannya, sehingga menghentikan proses hukum yang berjalan tersebut dianggap janggal. Anggapan tersebut muncul dari salah satu praktisi hukum, Suriansyah Halim.

“Dari pasal undang-undang yang baru, kasus ini termasuk delik umum bukan delik aduan. Seharusnya tidak bisa dihentikan. Bisa saja dihentikan tapi tergantung dari kejadian dan pasal yang dikenakan,”kata Suriansyah Halim,Rabu (25/1/2023).

Ia membeberkan, didalam undang-undang yang baru, lebih tepatnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tindak pidana kekerasan seksual terbagi dua, delik aduan dan delik umum.

Apabila masuk di Pasal 5 atau 16A, Suriansyah menuturkan, kasus tersebut masuk dalam delik aduan dan bisa dicabut. Akan tetapi, apabila penerapan hukumnya beradi ke pasal yang lain, maka hal tersebut merupakan delik umum artinya pencabutan laporan hanya bisa meringankan (hukum) ketika di persidangan.

Ia menafsirkan, bahwa penyidik pastinya menerapkan Pasal 6b dan c. Karena dalam pasal tersebut dapat mengakomodir adanya tekanan sebagaimana pelapor sebagai mahasiswa dan terlapor ialah dosennya.

“Ketika posisi seseorang di atas korban kemungkinan akan ada tekanan atau intervensi dari pihak tertentu,”ungkapnya.

Oleh karena itu, Suriansyah berharap kepolisian dapat menelusuri dari sisi korban kejadian sebenarnya seperti apa sehingga berujung adanya kesepakatan damai.

Pasalnya, ia yakin kepolisian pastinya memiliki bukti yang cukup sehingga meningkatkan kasus ini ke laporan kepolisian.

Walau tak menutup kemungkinan, kasus ini bisa saja berpeluang berdamai sampai dengan batas persidangan pertama.

“Seandainya di persidangan hakim memberi kesempatan menanyakan ke korban kasus diteruskan atau tidak, itu bisa dihentikan selama itu delik aduan bukan delik umum,”ujarnya.

“Karena kesepakatan damai itu hak setiap orang. Namun tinggal melihat deliknya saja. tapi kan aturan hukum kasusnya lanjut apabila masuk ke delik umum,”imbuhnya.(rdo/cen)