PALANGKA RAYA – Dugaan adanya kasus pungutan liar (Pungli) dan korupsi di lingkup Program Pascasarjana (PPS) Universitas Palangka Raya (UPR) yang ditudingkan kepada mantan Direktur pascasarjana UPR, Prof Dr Ir Yetri Ludang MP mendapat respons keras.
Prof Yetri Ludang yang diwakili penasehat hukumnya, Agus Amri SH MH CLA, menilai dugaan yang menuduh dirinya tersebut telah melakukan pungli tidak memiliki dasar yang kuat dan tanpa bukti.
Bahkan, kata dia, pernyataan miring tersebut hanya untuk mencoreng nama personal kampus UPR dan lembaga penegak hukum.
“Perihal yang disampaikan sudah pernah dilaporkan ke kejaksaan dan Polda Kalteng, setelah dilakukan pendalaman, ternyata laporan itu tidak cukup bukti. Artinya, yang dilaporkan hanya berupa tuduhan tanpa bukti. Kini, informasi itu disebarkan melalui media oleh sumber berinisal DK. Hal itu akan kita laporkan ke polisi atas tuduhan berita palsu, menyebarkan informasi palsu,” ucapnya.
Lanjutnya, sumber DK adalah mantan mahasiswa yang dulunya pernah kuliah di PPS UPR. Kemudian karena ada alasan yang jelas, maka pihak UPR mengeluarkan surat drop out (DO).
“Yang bersangkutan (DK) benar dulu pernah terdaftar sebagai mahasiswa di Pascasarjana UPR. Kemudian mendapatkan SK DO yang dikeluarkan dari rektorat dengan tanda tangan saat itu. Tentu ada alasan UPR, sebagai lembaga pendidikan dalam mengeluarkan SK DO. Misalkan, tidak memenuhi syarat registrasi. Jadi tidak ada sangkut paut dengan dugaan pungli dan lainnya,” tegasnya.
Apa yang disampaikan DK dengan mewakili mahasiswa PPS yang DO harus membuktikan kebenaran dari informasi yang disampaikan secara terbuka tersebut. Bahkan, kata dia, telah dimuat dalam media online yang isinya berita palsu.
“Tolong diperiksa kembali kenapa mereka sampai mendapatkan SK DO. Jangan jadikan itu untuk menyerang personal, bahkan sampai menjelekan lembaga UPR dan aparat penegak hukum. Kita rencananya kan melakukan laporan balik pada hari Senin, pekan depan,” pungkasnya.
Diketahui, DK secara gamblang menyebutkan Prof Yetri Ludang melakukan praktik pungli terhadap mahasiswa PPS. Praktik dugaan pungli yang disebutkan berupa, pembayaran seminar nasional yang diwajibkan diikuti mahasiswa PPS dengan memungut biaya pendaftaran Rp 100-500 ribu per orang, memungut biaya uji plagiasi sebesar Rp 100 – 200 ribu yang mana ataurannya hanya membayar Rp 50 ribu.
Prof Yetri Ludang pun dituding DK telah melakukan pungli untuk biaya publikasi jurnal karya ilmiah mahasiswa S2 dan S3 dengan nilai Rp 5 -10 Juta per mahasiswa. Tidak hanya saja, tudingan lain yakni, Prof Yetri Ludang disebut telah meminta uang terima kasih Rp 15-25 juta kepada mahasiswa yang akan ujian di tahun 2019/2020 dan Rp 75-150 juta kepada mahasiswa yang ujian di tahun 2021/2022.
Prof Yetri Ludang pun disebut DK tidak pernah mengadakan dan membagikan almamater mahasiswa PPS UPR serta buku panduan resmi untuk seluruh mahasiswa PPS di untuk 11 jurusan magister maupun Program Doktor PPS UPR.(rul/cen)