KASONGAN – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kasongan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Asisten I Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Katingan, Jainudin Sapri.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan menetapkan eks Plt. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Katingan ini, sebagai tersangka kasus dugaan tidak pidana korupsi (Tipikor) dan menahannya.
Praperadilan tersebut diajukan oleh Jainudin selaku pemohon melalui Kuasa Hukumnya, Wikarya F. Dirun SH MH. Amar putusan praperadilan, dibacakan langsung oleh Hakim Cesar Antonio Munthe SH MH didampingi Panitera Pengganti, Hendy Pradipta SH, dalam persidangan yang dilaksanakan terbuka untuk umum, di PN Kasongan, Senin (13/09/2021) siang.
Wikarya menuturkan, dalam perkara peraperadilan ini dirinya dibantu Pusat Kajian Bantuan Hukum IAIN Palangka Raya.
Menurut dia, inti dari putusan dalam perkara ini adalah hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat.
“Demikian pula dengan surat perintah penyidikan terhadap klien kami. Hakim menyatakan tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat. Otamatis pula, penangkapan, penahanan dan penahanan lanjutan juga tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat,” ujarnya saat diwawancara sejumlah wartawan, di Lapas Narkotika Kasongan, Senin (13/09/2021) sore.
Wikarya mengungkapkan, poin yang paling penting adalah hakim memerintahkan pihak Termohon yakni Kejari Kasongan untuk segera membebaskan kliennya dari dalam tahanan.
“Dalam putusan itu disebutkan, Hakim memerintahkan agar membebeskan klien kami seketika setelah putusan diucapkan. Saat ini, mungkin sedang mengurus administrasinya untuk proses pengeluaran klien kami. Hari ini juga (Dibebaskan, red) dan itu tidak bisa dilarang. Kecuali mereka (Termohon, red) berani melawan perintah pengadilan,” terasnya.
Dijelaskan Wikarya lagi, jika kliennya telah ditahan sejak 16 Agustus 2021 hingga sekarang. Jika pihak kejaksaan mau menetapkan tersangka kembali, artinya harus menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru.
“Otomoatis juga, harus memeriksa saksi-saksi yang baru. Itupuan tidak seenak seperti yang terjadi ini. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), jadi seseorang harus diperiksa dulu sebagai calon tersangka. Putusan MK ini, menjunjung tinggi Hak Azasi manusia. Semua manusia sama di muka hukum,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Wikarya juga membeberkan jika pihaknya selaku Kuasa Hukum Pemohon telah melaporkan indikasi melindungi pelaku pungli, kriminalisasi dan pengancaman oleh oknum di Kejari Katingan terhadap kliennya.
“Laporan Kepada Jaksa Agung RI disampaikan melalui email. Sementara untuk Kepala Kejaksaan Tinggi Kalteng dan Assisten Bidang Pengawas Kejaksaan Tinggi Kalteng, telah disampaikan langsung. Kita juga Lapor ke Komnas HAM RI dan lainnya ,” ujarnya.
Dijelaskannya, bahwa Jainudirn Sapri Tahun Anggaran 2017 menjabat sebagai Kepala Disdik Katingan. Kala itu, ada penyaluran Dana Tunjangan Khusus Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).
“Dana ini disalurkan lewat rekening. Saya baru tahu saat Praperadilan, selaku pengguna anggaran adalah Menteri Keuangan RI dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah Dirjen Perimbangan. Jadi di Katingan ini hanya penyalur, bisa disebut sebagai tukang pos saja,” bebernya.
Tugas mereka di Katingan, lanjutnya, hanya mencocokan data yang ditetapkan oleh instansi teknis. Apakah sesuai atau tidak orang yang berhak menerima ini. Setelah masuk ke rekening daerah, tinggal disalurkan saja ke rekening guru-guru penerima.
“Jadi, melihat duinya saja tidak ada,” sebutnya.
Disebutkannya juga, adanya indikasi kriminalisasi terhadap Pemohon. Dalam perkara yang disangkakan kepada Jainudin, sebenarnya telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan Jo Kementrian Desa PDT dan Transmigrasi.
“Klien kami dinyatakan salah, tidak boleh menggunakan ketentuan tersebut. Namun, harus menggunakan Keputusan Bupati Katingan No. 303 Tahun 2017 tanggal 31 Juli 2017,” terangnya.
Jadi ada dua yang menetapkan daerah teringgal, yakni Keputusan Bupati Katingan pada Juli 2017. Kemudian, Ketentuan Kementrian Desa PDT dan Transmigras sebelum Juli 2017.
“Jadi mana yang lebih kuat. Kan ini duit pusat, jadi mestinya menggunakan ketentuan Kementrian tadi. Tapi dengan alasan ini, mereka (Termohon, red) menyebut ada penyimpangan,” jelasnya lagi.
Dibeberkan Wikarya, pihaknya juga melaporkan ke Saber Pungli. Pasalnya dalam kasus ini, berdasarkan LHP Inspektorat ada dugaan Pungli senilai Rp900 Juta lebih, namun tidak diproses.
“Itu dilakukan oleh JP, selaku operator dana tersebut dan dia bekedudukan di Katingan. Namun kelihatannya, malah tidak diproses. Ada indikasi menghilangan, dengan memindahkannya,” pungkasnya. (ndi/cen)