Melarang Mahasiswa Demo, Presma Bem UPR : Ini Mematikan Nalar Kritis!

melarang
Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran. Foto:Pos Kupang

PALANGKA RAYAGubernur Kalteng, Sugianto Sabran, mewanti-wanti alias melarang mahasiswa yang ingin melaksanakan aksi demonstrasi. Apalagi demo menurunkan Presiden.

Ia menyebutkan, bahwa Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), sedang bekerja dalam menghadapi wabah dari Covid-19 yang sangat mematikan.

“Jangan ada lagi demo-demo, demo yang tidak perlu, yang ingin menurunkan Presiden, orang Presiden bekerja kok, kita siap pasang badan untuk pak Presiden yang sah,” ucapnya dalam sebuah video yang beredar di media sosial (Medsos), baru-baru ini.

Gubernur menuturkan, bahwa tidak gampang atau mudah dalam menganani Covid-19. Lantaran, Indonesia yang merupakan negara demokrasi dan terbuka ini.

“Apalagi dalam politik Indonesia serba terbuka dan demokrasi. Sehingga gampang mengkritik orang,” ucapnya.

Sebaliknya, Gubernur ingin perguruan tinggi ikut menyukseskan protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 dan juga menyukseskan vaksinasi Covid-19 se-Kalimantan Tengah (Kalteng).

“Perguruan tinggi kita libatkan untuk sukseskan prokses dan vaksinasi,” terangnya.

Menanggapi hal itu, Presiden Mahasiswa (Presma) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Palangka Raya (UPR), Beni Siregar, mengatakan kebebasan berpendapat itu dijamin dalam ketentuan perundang-undangan.

Juga lanjutnya, menjadi hak setiap warga negara Indonesia. Bahkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 09 Tahun 1998, menyatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum adalah hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan deklarasi universal HAM.

BACA JUGA : Janjikan CPNS, Oknum ASN Pemprov Kalteng Minta Uang Pelicin

Kemerdekaan itu berarti tidak boleh ada pihak manapun yang mencoba untuk melakukan intervensi ataupun menghalang-halangi. Apalagi di negara demokrasi seperti Indonesia. Itu semua adalah bagian dari demokrasi.

“Kita menyayangkan ada pihak yang mengatakan melarang adanya aksi demonstrasi, karena ini sama dengan membatasi demokrasi dan mematikan nalar kritis,” pungkas Presma Bem UPR, Rabu (28/7/2021). (cen)