Opini  

Perlu Adanya Peraturan Daerah Terhadap Penggunaan Aplikasi Michat yang Kerap Digunakan sebagai Media Prostitusi Online di Kota Palangka Raya

michat
Herna Fitriani Mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Palangka Raya.

PADA Pasal 296, Pasal 297, dan Pasal 506 KUHP yang mengatur terkait larangan untuk melakukan kegiatan prostitusi yaitu

“Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dan dijadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah” (Pasal 296 KUHP).

“Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun” (Pasal 297 KUHP).

“Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun” (Pasal 506 KUHP).

Berdasarkan pasal-pasal diatas, dijelaskan bahwa adanya larangan prostitusi di negara Indonesia tidak terkecuali di kota-kota kecil seperti Kota Palangka Raya yang mayoritas masyarakatnya adalah orang Dayak yang membenci orang yang ingin mendapatkan uang untuk berbagai kebutuhan dengan cara yang instan seperti prostitusi.

Tidak sedikit upaya pemerintah setempat di Kota Palangka Raya dari pihak yang berwajib seperti Kepolisian, Dinas Sosial, serta masyarakat melakukan sweeping lokasi prostitusi dan melakukan razia-razia di berbagai penginapan. Namun demikian, seiring perkembangan teknologi, prostitusi ini sendiri dilakukan secara online yang memudahkan para pelakunya untuk bertemu di tempat dan waktu yang sulit untuk diduga oleh pihak yang berwajib. Seperti yang diketahui, sudah tidak menjadi rahasia umum hadirnya aplikasi MiChat sebagai media yang kerap menjadi jasa prostitusi online. Keberadaan aplikasi ini cukup mengkhawatirkan pada komponen masyarakat khususnya di Kota Palangka Raya. Dengan kemudahan dalam mengakses jasa prostitusi secara online, maka secara tidak langsung mendukung perkembangan PSK di masyarakat.

Aplikasi MiChat sering digunakan sebagai media prostitusi online atau sering dikenal dimasyarakat luas dengan nama open BO. Kemungkinan alasan mengapa fenomena tersebut terjadi adalah user lebih merasa aman melakukan transaksi secara online dibanding secara langsung dan di Aplikasi tersebut terdapat fitur People Nearby, hal tersebut tentunya mempermudah pengguna agar dapat menemukan sesama pengguna MiChat yang berada di sekitar lokasi mereka meskipun mereka tidak saling mengenal atau menyimpan nomor telepon.

Dengan adanya fitur tersebut, pengguna dapat melakukan perjanjian pertemuan untuk melakukan prostitusi. Untuk menarik perhatian lawannya, para PSK juga sering menawarkan diri dalam format digital yakni berbentuk foto atau video dengan pose tak senonoh yang diunggah secara langsung pada pelanggan melalui aplikasi tersebut.

Penanggulangan prostitusi online menjadi fokus pemerintah dalam upaya pemberantasan kejahatan karena hukum pidana Indonesia mempunyai keahlian yang restriktif untuk mengatasi tindak pidana yang kian variatif dan luas. Pada umumnya, KUHP telah mengatur terkait cyber prostitution yang diketahui sebagai perbuatan yang melanggar kesusilaan, di mana hal ini diatur dalam Pasal 282 KUHP, 296 KUHP dan 506 KUHP.

Selain itu, tindak pidana prostitusi di dunia cyber juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah menjadi “Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” (UU ITE).

Tentu dengan adanya pasal-pasal ini, Pemerintah Kota Palangka Raya harus membantu pihak kepolisian dalam penanggulangan prostitusi online dengan mengeluarkan Peraturan Daerah yang jelas. Sampai saat ini, belum ada Peraturan yang jelas tentang Prostitusi Online sehingga membuat pihak kepolisian dan pihak yang berwajib lainnya seperti Dinas Sosial dibatasi dalam bertindak.

Dalam melakukan pencegahan terhadap praktik cyber prostitution melalui aplikasi MiChat di Palangka Raya, Pemerintah Kota melalui Dinas Komunikasi dan Informatika harus melakukan pengawasan atau monitoring yang inten terhadap aplikasi yang kerap digunakan sebagai media melakukan cyber prostitution dengan pengumpulan data digital, dan melangsungkan komunikasi serta konsolidasi dengan provider aplikasi MiChat. Kemudian, Pemerintah Kota Palangka Raya harus mengeluarkan Peraturah Daerah yang jelas terhadap Aplikasi Michat yang bukan rahasia umum lagi sangat sering digukanan untuk media prostitusi online.

Hal ini juga akan benar-benar membatu Dinas Kesehatan dalam menanggulangi penyakit HIV/AIDS yang cukup tinggi di Kota Palangka Raya. Seperti yang kita ketahui bahwa penyebab penularan HIV/AIDS nyatanya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu hubungan seks yang tidak aman dan beresiko yang sering dilakukan melalui prostitusi.

Yang terakhir adalah tentu dibutuhkan usaha yang lebih gencar lagi dalam memberantas dan mencegah semakin menjamurnya praktik prostitusi online dengan memberikan literasi digital kepada masyarakat Palangka Raya agar tidak menggunakan aplikasi MiChat untuk melakukan aksi prostitusi, serta Pemerintah Pusat juga melalui Menteri Komunikasi dan Informatika harus bekerja sama dengan pihak MiChat untuk menertibkan akun-akun yang melakukan aksi prostitusi, atau kalaupun pihak Michat tidak bisa dibawa Kerjasama, maka Pemerintah harus melakukan pemblokiran  pada aplikasi MiChat di Indonesia. (*)

Penulis: Herna Fitriani Mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Palangka Raya.