PALANGKA RAYA – Temuan KPK yang melaporkan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) berpotensi melakukan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dari survei KPK tersebut, Plt Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kalteng, M. Reza Prabowo, mendapati temuan sebanyak 127 sekolah di Kalteng belum membuat laporan kertas kerja dalam aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Padahal diterangkannya, sebanyak 405 sekolah tersebut telah mendapatkan dana BOS sebesar Rp 84 miliar. Dimana, sekolahnya tersebar di Kabupaten Sampit, Barito Selatan (Barsel), dan Kota Palangka Raya. Sebab itu, Reza mengaku telah mengirimkan surat kepada kepala sekolah yang bersangkutan.
“Dana BOS sudah disalurkan oleh pusat, namun sekolah tersebut belum membuat kertas kerja. Jadi ini kita temukan setelah rapat terkait survei KPK kemarin. Kita rapat semuanya kita evaluasi ternyata ada 127 sekolah yang kita temukan belum membuat laporan kertas kerja, namun sudah mendapatkan dana BOS,” ujar Reza, Jumat (14/6/24).
Atas hal ini, disebutnya, sesuai dengan arahan Gubernur Kalteng, H. Sugianto Sabran, pihaknya diminta untuk mengevaluasi secara ketat sebelum penyaluran lanjutan. Dimana, anggaran untuk tahun 2024 sebesar Rp 168 miliar.
“Jadi gubernur juga telah menyurati pemerintah pusat untuk penyaluran dana BOS tahap kedua agar disetop terlebih dahulu, sampai dengan evaluasi penyaluran tahap pertama selesai. Namun, karena khawatir surat gubernur tersebut belum sampai, dan waktunya penyaluran sudah tiba. Maka dari itu, kita surati Bank Kalteng untuk tidak menyalurkan dana BOS tahap kedua terlebih dahulu,” ucapnya.
Kepada 127 sekolah yang belum melengkapi dokumen perencanaan tersebut, Reza menerangkan, telah membuat rencana zoom meeting untuk membahas kendala dan solusi atas keterlambatan pengajuan kertas kerja.
“Karena untuk penggunaan dana BOS dilakukan by sistem, sehingga pelaporan untuk setiap dana yang digunakan langsung dilaporkan ke pemerintah pusat,” imbuhnya.
Ia berharap, agar pemerintah pusat dapat memindahkan pengelolaan dana bantuan operasional sekolah ke pemprov guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan dana, dengan pengawasan yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah.
“Andai saja kebijakan dana bantuan operasional ini diserahkan ke pemprov, misalnya jatahnya untuk mengelola SMA/SMK/SLB dengan dana bantuan operasional tersebut kita yang kelola. Saya akan jamin sekolah tanpa ada pungutan lagi, makanya seharusnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada gubernur,” pungkasnya. (ifa/cen)