Mahasiswa Desak Polres Kobar Bebaskan Warga Kinjil

Mahasiswa Desak Polres Kobar Bebaskan Warga Kinjil
UNJUK RASA MAHASISWA: Massa unjuk rasa sempat saling dorong mendorong dengan aparat pengamanan yang sedang berjaga di Kantor DPRD Kalteng, Rabu (17/5/2023). FOTO: OIQ/KALTENG.CO

PALANGKA RAYA-Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Mahasiswa dan Gerakan Tertindas (ALMAMATER) melakukan unjuk rasa di Gedung DPRD Kalteng, Rabu (17/5/2023). Sejumlah tuntutan disampaikan kepada para wakil rakyat tersebut.

Diantaranya, mendesak agar Polres Kotawaringin Barat (Kobar) membebaskan warga Desa Kinjil, Kabupaten Kobar, atas pengaduan dari PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA) serta meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap perizinan PT BGA.

Warga Desa Kinjil yang ditangkap disebut-sebut sebagai tindak kriminalisasi. Berikut ini catatan kronologis tindak kriminalisasi terhadap warga Desa Kinjil yang diadukan melakukan pencurian di kebun milik PT BGA.

Yakni, pada tanggal 27 April 2023 sekitar Pukul 16.00 WIB, Aleng selaku masyarakat Adat Sekayu Darat Desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah tengah mencari tupai dan burung di area lahan miliknya.

Tiba-tiba datang beberapa orang dari pihak kepolisian yang kemudian mendatangi Aleng serta mengajaknya untuk dibawa ke Polsek Kotawaringin Lama. Pihak kepolisian melakukan penangkapan tersebut dikatakan berdasarkan surat pemanggilan, namun Aleng tidak ditunjukan surat pemanggilan tersebut dan kemudian diminta masuk ke dalam mobil dan langsung dibawa ke Polsek Kotawaringin Lama.

Pada tanggal 28 April 2023, pihak keluarga dari Aleng mendapatkan surat dari Kepolisian Resor Kotawaringin Barat dengan Nomor: B/88/IV/RES.1.8/2023/Satreskrim, dengan perihal: pemberitahuan penangkapan dan penahanan. Dalam surat tersebut yang menjadi rujukan adalah:

Laporan Polisi Nomor: LP/B/57/IV/2023/SPKT/Polres Kotawaringin Barat/Polda Kalimantan Tengah, tertanggal 27 April 2023, Surat Perintah Tugas Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/60/IV/RES.1.8/2023/Satreskrim, tanggal 27 April 2023, Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/96/IV/RES.1.8/2023/Satreskrim, tanggal 27 April 2023, Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/82/IV/RES.1.8/2023/Satreskrim, tanggal 28 April 2023.

Isi dalam surat adalah telah melakukan penangkapan pada tanggal 27 April 2023 dan dilakukan penahanan pada Rutan Polres Kobar selama 20 (dua puluh hari) terhitung mulai pada tanggal 28 April 2023 sampai dengan tanggal 17 Mei 2023, karena diduga melakukan Tindak Pidana “Pencurian dengan Pemberatan” sebagaimana dimaksud pada Pasal 363 Ayat (1) Ke 4e KUHPidana yang terjadi di Areal Kebun Blok H25 PT.Bumitama Gunajaya Abadi Desa Kinjil, Kec Kotawaringin Lama Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah pada Hari Kamis Tanggal 27 April 2023, dengan surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penahanan terhadap tersangka terlampir.

Selain desakan meminta pembebasan terhadap warga Desa Kinjil. Para massa aksi pun mendesak Presiden RI untuk segera mencabut Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disetujui DPR RI, karena merupakan tindakan inkonstitusional karena tidak memenuhi syarat sesuai Putusan MK No.91/PUU-XVII/2020.

Juga, mendesak DPR-RI untuk menghentikan proses pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) oleh Panitia Kerja Komisi IX DPR-RI dan tidak melanjutkan ke dalam pembahasan tingkat I, serta kembali mengkaji RUU Kesehatan karena tidak berpihak kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.

Meminta kepastian hukum yang konkret kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya. Serta mendesak pemerintah untuk menghentikan proses hukum aktivis hak asasi manusia, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar.

Massa aksi juga menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk meninjau ulang proyek Food Estate yang berada di Kalimantan Tengah. Dan, mendesak DPR-RI untuk mencabut Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Juru Bicara aksi, David Benediktus, menjelaskan garis besar tuntutan para massa aksi damai terkait UU Cipta Kerja, kemudian RUU Omnibus Kesehatan, dan terakhir terkait kriminalisasi aktivis serta warga di Desa Kinjil, dan terkait food estate.

“Seperti halnya terkait food estate, ada yang sempat dilakukan pengkajian karena tidak berjalan dengan baik. Kami juga meminta untuk mencabut Undang-Undang KUH Pidana kepada Ketua DPRD Kalteng,” katanya dilansir dari kalteng.co.

Terkait tidak tersampaikan dan ditindaklanjuti tuntutan dari massa aksi, kita akan terus memonitoring hal itu apakah kedepannya benar akan segera ditindak lanjuti atau tidak aspirasi yang telah disampaikan.

“Apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka kami akan datang kembali dengan massa yang lebih banyak,” pungkasnya.

Dalam menyampaikan aspirasinya, situasi berlangsung memanas antara demonstrasi dan aparat keamanan yang berjaga. Lantaran massa aksi ini tidak kunjung diizinkan bertemu langsung Ketua DPRD Kalteng, Wiyatno.

Ratusan mahasiswa itu terpaksa harus saling dorong dengan aparat pengamanan dari Polsek Pahandut, Polresta Palangka Raya, dan Polda Kalteng untuk mencoba masuk ke kantor perwakilan rakyat itu guna menyuarakan aspirasinya. (oiq/cen)

BACA JUGA: Sopir Ngantuk, Truk Fuso Seruduk Ekskavator