PALANGKA RAYA – Gerakan Dekonstruksi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Palangka Raya (UPR) mengaku mendapat intimidasi saat ingin melakukan audiensi dengan rektor, Senin (30/1/2023).
Gerakan Dekonstruksi Fisip Universitas Palangka Raya (UPR) yang terdiri dari sejumlah dosen, organisasi mahasiswa dan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial ini rencananya akan membahas terkait audiensi petisi pemberhentian proses pemilihan dekan Fisip UPR lantara dianggap bermasalah.
Ricky Zulfauzan, salah seorang peserta aksi mengatakan, saat massa tiba di Gedung Rektorat UPR, sekitar pukul 10.42 WIB, rektor sedang tidak berada di tempat. Massa akhirnya ditemui oleh Drs. Darmae Nasir, M.Si., M.A, Ph.D selaku Plt. wakil rektor bidang umum dan keuangan yang mewakili rektor UPR.
Saat Darmae berbincang dengan salah seorang massa aksi, kata Ricky, Darmae mengancam salah satu peserta aksi.
“Kalimat ketika itu, nanti kami akan memperingatkan anda sesuai dengan peraturan rektor tentang kebebasan mimbar akademik,” jelasnya.
Ricky mengaku sangat menyayangkan sikap arogan dan semena-mena yang ditunjukkan oleh Darmae. Padahal, Darmae hanya sebagai Plt. wakil rektor yang hanya belaku tiga bulan dan boleh diperpanjang lagi tiga bulan atau maksimal enam bulan.
“Sangat disayangkan memang ketika kami hanya ingin beraudiensi dengan rektor, tetapi malah mendapatkan perlakukan seperti itu,” ungkapnya.
Meski begitu, kata Ricky, pihaknya tidak gentar sedikit pun. Pihaknya memberikan batas waktu kepada rektor UPR untuk bertemu mereka 2×24 jam.
“Jika hal itu tidak diindahkan rektor, kami akan membawa massa yang lebih banyak dari ini,” tegasnya.
Namun saat kembali dihubungi via whatsapp-nya, Ricky menuturkan bahwa pihaknya telah bertemu dengan rektor. Bahkan, kata Ricky, rektor berterima kasih atas petisi yang disampaikan. Rektor pun berjanji akan persoalan tersebut bersama tim.
“Kita sudah ketemu rektor. Dan rektor berterima kasih petisi yang kita sampaikan. Rektor juga akan membahas masalah ini dengan tim,” pungkasnya.(rdo/cen)