Perusahaan dan Masyarakat Tak Bersepakat, Picu Konflik Penjarahan

WAWANCARA: Bupati Kotim, H Halikinnor didampingi Wabup Kotim, Irawati, dan Sekda Kotim, Fajrurrahman saat diwawancarai awak media. FOTO: APRI

SAMPIT-Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), H Halikinnor, menyebutkan saat ini lagi tren masyarakat menuntut kewajiban perusahaan tentang plasma 20 persen. Namun, tidak semua perusahaan dikenakan wajib plasma.

“Memang tidak semua dikenakan wajib plasma, ada yang kewajibannya seperti memfasilitasi pembangunan saja atau bermitra, dan ada juga yang namanya Usaha Ekonomi Produktif (UEP),” kata Halikinnor, Kamis (21/3/2024).

Ia mengatakan, saat ini juga masih banyak pihak perusahaan yang masih belum membuat kesepakatan dengan pihak masyarakat setempat.

“Masyarakat setempat juga kadang-kadang tuntutannya melebihi dari ekspektasi, yang mana seharusnya ketentuannya tidak wajib plasma. Tapi, masyarakat meminta supaya itu ada plasma,” ujarnya.

Lanjutnya, tidak adanya kesepakatan bersama antara perusahaan dan warga setempat, tentu itu nantinya akan memicu adanya konflik. Sehingga, hal tersebut dimanfaatkan oleh oknum masyarakat yang melakukan penjarahan sawit.

“Yang melakukan penjarahan itu sebenarnya bukan masyarakat setempat, namun adanya konflik itu masyarakat dari luar memanfaatkannya. Dan mereka melakukan penjarahan itu mengatasnamakan masyarakat lokal,” ungkapnya.

Untuk meminimalisir hal itu bisa terjadi, Bupati Kotim berharap, kepada pihak perusahaan untuk berbagi hasil atau berbagi rejeki dengan masyarakat sekitar.

“Apabila adanya harmonisasi antar perusahaan dan masyarakat sekitar, Insya Allah penjarahan sawit itu tidak terjadi. Karena masyarakat sekitar akan ikut menjaga, kalo mereka merasa memiliki,” jelasnya. (pri/cen)