PALANGKA RAYA – Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (TNBBBR) merupakan kawasan konservasi yang terletak di jantung Pulau Kalimantan. Tepatnya di perbatasan antara provinsi Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah (Kalteng).
Di kawasan tersebut, terdapat sebanyak kurang lebih 300 unit alat berat ilegal yang ditemukan melakukan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng, Joni Harta, mengatakan data tersebut digali sekitar bulan Februari hingga April. Setelahnya pihaknya melakukan sinergi dan kolaborasi bersama Badan Intelijen Negara (BIN) selama satu minggu.
“Kurang lebih 300 alat berat berupa ekskavator, berupa usaha penambangan masyarakat tapi menggunakan peralatan modern,” ujarnya, Senin (5/8/2024).
Menurutnya, kegiatan PETI akan berdampak bagi keberlangsungan hidup seperti penggunaan merkuri, perubahan bentang sungai yang akan menjadi bentang alam yang akan mengganggu ekosistem yang ada. Untuk itu, pemprov melakukan penertiban dengan pemasangan plang yang menyatakan bahwa kawasan hutan tersebut merupakan kawasan yang tidak boleh dimasuki secara sembarangan.
“Secara prinsip Pemprov Kalteng sangat mendukung terkait dengan kegiatan ini karena sebelumnya kami juga DLH bersama dinas kehutanan, BIN sudah melakukan operasi pengumpulan data sebelum kegiatan ini berlangsung,” ucapnya.
Adanya kegiatan ini yang didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) khususnya TNBBBR, dikatakannya, Gubernur Kalteng, H. Sugianto Sabran pun mendukung dengan melibatkan dari DLH dan dinas kehutanan dalam rangka operasi tersebut.
“KLHK juga sudah menurunkan tim untuk melakukan kegiatan itu, yang menindak adalah KLHK bersama aparat penegak hukum, dan pemprov,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Balai TNBBBR, Andi Muhammad Kadhafi, mengungkapkan berdasarkan penelitian dari Tim Universitas Palangka Raya, bahwa salah satu dampak dari penambangan PETI ini adalah kadar mercuri yang terdapat di sungai sudah sangat mengkhawatirkan.
“Kami selama 1 sampai dengan 1,5 tahun ini terus melakukan sosialisasi kepada para pelaku PETI, supaya bisa secara persuasif mereka keluar dari kawasan Taman Nasional, namun seiring berjalannya waktu pelaku-pelaku ini bukannya keluar malah bertambah banyak jumlahnya,” ungkapnya.
Dijelaskannya, bahwa pelaku penambangan PETI di Kalteng adalah masyarakat di desa-desa yang berdekatan dengan Taman Nasional, sehingga rawan memicu konflik horizontal, jika ingin melakukan operasi tanpa melakukan koordinasi.
“Dengan adanya kegiatan ini diharapkan kami mendapat dukungan dan rekomendasi untuk melaksanakan penertiban PETI di TNBBBR dan mendapatkan dukungan personel dari instansi terkait dalam rangka operasi gabungan,” pungkasnya. (ifa/cen)