PALANGKA RAYA – Meski telah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2024 /2025 mendapat sorotan dari Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalteng, Dra. Hj. Siti Nafsiah, M.Si. Dia menilai hasil dari proses penerimaan menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan antar sekolah.
“Khususnya pada jenjang SMA sederajat, terindikasi bahwa beberapa sekolah menerima peserta didik melebihi kapasitas yang ditetapkan, dalam petunjuk teknis atau tentang kuota rombongan belajar,” kata Siti Nafsiah, Senin (5/8/2024).
Akibatnya sekolah-sekolah lainnya justru kekurangan peserta didik. Sehingga tidak tercapainya daya tampung minimal yang telah direncanakan.
“Fenomena ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi peserta didik yang perlu segera diatasi, untuk memastikan pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Provinsi Kalteng,” katanya menambahkan.
Kesenjangan antar sekolah ini bukanlah isu yang baru dalam sistem pendidikan di Kalteng, tetapi tahun ini permasalahan tersebut semakin menonjol dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
“Adanya disparitas yang signifikan dalam penerimaan peserta didik sehingga berdampak pada keberlangsungan operasional beberapa sekolah. Kondisi ini tidak hanya menyoroti ketidakmerataan akses pendidikan, tetapi juga mengancam eksistensi beberapa sekolah yang kekurangan peserta didik,” ujarnya menegaskan.
Sekolah-sekolah yang dianggap favorit di wilayah perkotaan cenderung mengalami kelebihan kuota, dari kapasitas yang seharusnya. Sementara itu, sekolah-sekolah yang dianggap non-favorit justru mengalami kekurangan peserta didik dari kapasitas yang disediakan. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas sistem zonasi dan distribusi fasilitas pendidikan di Kalteng.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, Siti Nafsiah mengungkapkan, seperti yang terjadi di Buntok, Kabupaten Barito Selatan, di mana SMA Negeri 1 Buntok pada tahun 2024 ini telah menerima kurang lebih 268 peserta didik baru, dari kapasitas kuota yang seharusnya yaitu kurang lebih untuk 150 peserta didik baru, di lain sisi SMA Negeri 2 Buntok, yang terletak sangat berdekatan dengan SMA Negeri 1 Buntok, hanya berhasil menerima kurang lebih 24 peserta didik baru.
“Kondisi ini dapat mengancam keberlangsungan SMA Negeri 2 Buntok, sekolah terancam tutup karena kekurangan peserta didik,” katanya.
Adapun total peserta didik dari kelas X hingga XII di SMA Negeri 2 Buntok ini hanya berjumlah kurang lebih 67 orang, sedangkan sekolah ini memiliki kurang lebih 30 orang tenaga pengajar.
“Situasi ini menggambarkan betapa sepinya SMA Negeri 2 Buntok di tengah hiruk-pikuk kota, sehingga menandakan ketidakmerataan yang sangat kontras dalam distribusi peserta didik,” tuturnya.
Siti Nafsiah mengungkapkan, Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesenjangan ini adalah kecenderungan masyarakat untuk memilih sekolah-sekolah favorit.
“Sekolah favorit dianggap memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik dan fasilitas yang lebih lengkap. Hal ini menyebabkan sekolah-sekolah tersebut menerima peserta didik dalam jumlah yang berlebihan, sering kali di luar batas kapasitas yang ditentukan. Selain itu, terdapat indikasi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan regulasi, seperti penerimaan peserta didik melalui “jalur belakang” yang semakin memperparah masalah ini,” ungkapnya.
Disampaikan Hj. Siti Nafsiah, dalam konteks ini sekolah-sekolah favorit seringkali memanfaatkan posisinya untuk menarik peserta didik sebanyak mungkin, dengan harapan mendapatkan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang lebih besar.
“Akibatnya, sekolah-sekolah non-favorit terpinggirkan dan menghadapi ancaman penutupan karena tidak memiliki jumlah peserta didik yang memadai untuk operasional,” tuturnya.
Situasi ini menciptakan siklus kesenjangan yang sulit diputus, di mana sekolah-sekolah dengan sedikit peserta didik tidak dapat meningkatkan fasilitas atau mutu pengajaran karena keterbatasan dana, sehingga tetap tidak menarik bagi calon peserta didik dan orang tua.
“Dampak dari ketimpangan ini tidak bisa dianggap sepele. Ketidakadilan dalam akses pendidikan menimbulkan dampak jangka panjang terhadap pengembangan sumber daya manusia di Kalteng,” tegasnya.
Politisi berhijab ini, menuturkan daerah yang sekolah-sekolahnya terpinggirkan akan mengalami stagnasi dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), yang pada akhirnya dapat memperlambat kemajuan ekonomi dan sosial. Selain itu, ketimpangan ini juga mengakibatkan peningkatan tekanan pada sekolah-sekolah favorit yang menerima peserta didik melebihi kapasitas, mengganggu proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pada persoalan ini, Komisi III DPRD Provinsi Kalteng mengusulkan beberapa langkah konkret untuk mengatasi kesenjangan ini.
“Pertama, diperlukan revisi pelaksanaan kebijakan zonasi yang lebih ketat dan adil, memastikan bahwa distribusi peserta didik berjalan sesuai dengan kapasitas sekolah yang tersedia di setiap zona,” terangnya.
Pemerintah daerah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya berlaku di atas kertas, tetapi juga diimplementasikan dengan konsisten di lapangan.
“Kedua, peningkatan kualitas dan fasilitas di sekolah-sekolah yang kekurangan peserta didik harus menjadi prioritas. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitas, diharapkan sekolah-sekolah ini menjadi lebih menarik bagi peserta didik dan orang tua,” tambahnya.
Selanjutnya diperlukan kampanye edukasi dan sosialisasi yang masif untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai sekolah non-favorit. Pemerintah dan pihak terkait harus bekerja sama untuk menghilangkan stigma negatif terhadap sekolah-sekolah ini dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemerataan pendidikan.
“Terakhir, pengawasan dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan PPDB harus ditingkatkan. Dinas Pendidikan dan pihak terkait harus memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai dengan petunjuk teknis dan mengidentifikasi praktik-praktik yang menyimpang dari regulasi. Transparansi dalam proses penerimaan peserta didik harus dijaga agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan dapat dipulihkan,” tukasnya.
Komisi III DPRD Provinsi Kalteng menyadari bahwa masalah kesenjangan ini adalah tantangan kompleks yang memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak.
“Komisi III DPRD Provinsi Kalteng berkomitmen untuk terus mengawal upaya pemerataan pendidikan di Kalimantan Tengah. Kami berharap bahwa dengan langkah-langkah strategis yang diusulkan, kesenjangan ini dapat diminimalisir, dan setiap anak di Kalteng dapat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas. Pendidikan yang inklusif dan merata adalah kunci untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan dan menciptakan generasi mendatang yang lebih baik,” tandasnya. (nur/cen)