PALANGKA RAYA-Kasus pengidap HIV/AIDS di wilayah Kalteng cukup mengkhawatirkan. Hal itu berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kesehatan Kalteng.
BACA JUGA: Bus Sekolah Vs Truk CPO, Puluhan Orang Luka-luka
Kepala Dinas Kesehatan Kalteng, Suyuti Syamsul, mengatakan kasus HIV/AIDS di tahun 2023, angka tertinggi di Kota Palangka Raya dengan jumlah 208 kasus.
Angka tersebut, dikatakan Suyuti Syamsul, dapat meningkat pada tahun 2024, jika perilaku masyarakat seperti penyalahgunaan narkoba merajalela, hingga hubungan seksual yang tidak aman.
Suyuti mengatakan, penyebaran akan kasus HIV/AIDS cukup beragam. Diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak aman seperti kenakalan remaja, pasangan yang tidak setia, kelompok berisiko, hingga penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik yang bergilir.
“Selain hubungan seksual tidak aman, penyalahgunaan narkoba juga dapat terjadi pada ibu yang melahirkan calon bayi, khususnya pada saat terjadi pendarahan saat melahirkan,” ujarnya, Selasa (5/3/24).
Ia menjelaskan, HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan. Namun dapat diminimalisir melalui minum obat secara terus-menerus yang telah disubsidi secara gratis oleh pemerintah.
“Ada informasi tiga sampai dengan empat kasus HIV/AIDS dapat sembuh, akan tetapi kesembuhan sebenarnya tidak direncanakan. Maksudnya, sebenarnya orang tersebut terkena HIV/AIDS dan leukemia lalu dilakukan cangkok sumsum tulang, namun setelah itu tidak hanya leukimia yang sembuh namun bersamaan dengan HIV/AIDS-nya,” ucapnya.
Ia menerangkan, ternyata setelah diselidiki, ada sebagian kecil di muka bumi ini yang memiliki genetika kebal akan virus HIV/AIDS dan sebagai pendonor turut memiliki genetika kebal akan HIV/AIDS.
“Namun, para ahli sepakat bahwa hal tersebut tidak dapat dijadikan prosedur umum sebagai alternatif penyembuhan, mengingat biaya yang tinggi, dan ketidaktersediaan pendonor sumsum tulang,” imbuhnya.
Lanjutnya, peranan Dinkes Provinsi Kalteng dalam menanggulangi HIV/AIDS ini dengan mendorong dan melakukan penyuluhan. Sementara untuk dinkes kabupaten atau kota melakukan survei pada kelompok berisiko seperti PSK, pengguna narkoba, dan orang yang berada di penjara.
“Jadi, HIV/AIDS merupakan sebuah penyakit stigma tinggi, tentu seseorang yang mengidap HIV/AIDS menyembunyikan dirinya, itu alasan mengapa kita tidak mampu mengatasi permasalahan pengidap HIV/AIDS ini untuk lebih mudah, karena kebanyakan dari mereka menyembunyikan penyakit tersebut,” tukasnya.
Hal uniknya, meskipun prostitusi ditutup, menurutnya bukan menjadi semata-mata sebuah solusi. Sebab, urusan moral tidak berkaitan dengan dinkes. Mengingat, prostitusi diakuinya sulit untuk dihentikan.
“Karena pertama, transaksi dilakukan secara tertutup, walaupun prostitusi ditutup tentu oknum tertentu akan mencari cara, akses, maupun lokasi ditempat lainnya. Untuk itu, tujuan kami adalah bagaimana seseorang melakukan hubungan seksual dengan cara aman, seperti setia pada pasangan, jalur lain, bagi oknum yang tidak setia direkomendasikan untuk menggunakan pengaman,” tukasnya.
Ia pun mengungkapkan, untuk kelompok berisiko termasuk salah satunya adalah LGBT, bukan penyumbang kasus HIV/AIDS terbanyak, sehingga pihaknya tidak dapat menyasar karena akan dianggap sebagai diskriminasi dalam sebuah konteks pengobatan.
Sebagai informasi, kasus HIV/AIDS se-Kalteng penyumbang terbanyak berada Kota Palangka Raya sebanyak 208 kasus. Sementara kabar baik untuk Kabupaten Gunung Mas dengan 0 kasus.
Kabupaten Kotawaringin Timur kasus HIV/AIDS terbanyak nomor dua sebanyak 119 kasus, Kotawaringin Barat sebanyak 81 kasus, Katingan sebanyak 24 kasus, Barito Selatan sebanyak 19 kasus, Barito Utara sebanyak 19 kasus, Lamandau sebanyak 17 kasus, Murung Raya sebanyak 15 kasus, Sukamara sebanyak 13 kasus, Barito Timur sebanyak 10 kasus, Kapuas sebanyak delapan kasus, Seruyan sebanyak lima kasus, dan Kabupaten Pulang Pisau satu kasus. (ifa/cen)