fbpx

Kok Bisa, Ada 18 Sertifikat di Satu Tanah?

Sertifikat
Pua Hardinata, seorang praktisi hukum yang juga advokat.

PALANGKA RAYA – Persoalan kepemilikan sertifikat  tanah di wilayah Kalteng, khususnya di Kota Palangka Raya masih semrawut. Kerap kali berujung di meja hijau. Hal ini diduga adanya permainan dari mafia tanah.

BACA JUGA: Keluar Gang, Mobil Nyemplung ke Parit

Adanya indikasi permainan mafia tanah ini pun tidak ditepis oleh praktisi hukum yang juga advokat, Pua Hardinata.

Ia mengatakan, dalam amar putusan tingkat Mahkamah Agung (MA), terbongkar modus memalsukan dokumen tanah seolah-olah dijual atau dialihkan menjadi hak milik sendiri yang kemudian dijual kembali. Bahkan dalam kasus tersebut, tersirat lemahnya pengawasan Kantor Badan Pertanahan Kota Palangka Raya.

Seperti, kata Pua sapaan akrabnya, dalam amar putusan Mahkamah Agung No.3525 /Pdt/ 2023 tanggal 29/11-2023 pada sidang perdata dengan objek tanah di Jalan Tjilik Riwut Km 45, Kota Palangka Raya.

Ia menerangkan, sebelumnya dirinya telah melaporkan hal tersebut ke kepolisian setempat, namun belum memiliki bukti kuat.

“Dengan adanya putusan MA ini, dirinya akan kembali menindaklanjuti ke pihak kepolisian guna memberikan efek jera kepada oknum mafia tanah,” katanya, Selasa (23/01/2024) via telepon.

Sebelumnya, Pua menceritakan, berawal dari gugatan kliennya berinisial SH. Wanita yang tinggal di Jalan Cempaka, Kelurahan Langkai, Kota Palangka Raya. SH ini memiliki warisan tanah dari orang tuanya seluas empat hektare. Setelah sang ibu meninggal, ternyata tanah itu telah dikelola orang lain. Saat ditelusuri, ternyata ada 18 sertifikat hak milik (SHM) di atas tanah milik SH.

“Setelah mengetahui itu, kita gugat perdata ke pengadilan negeri. Dimana 18 sertifikat itu ternyata bermuara ke pasangan suami istri yang diduga kuat pemain (Mafia tanah). Terungkap fakta itu dalam putusan pengadilan negeri. Namun mereka banding ke tingkat pengadilan tinggi,” terangnya.

Dalam gugatan tersebut turut menggugat Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Palangka Raya dan beberapa warga yang memegang 18 sertifikat diduga palsu tersebut.

“Pada sidang di tingkat pengadilan tinggi, juga menguatkan fakta yang sama. Tetapi yang mereka lawan tidak terima dan mengajukan permohonan kasasi. Setelah menunggu lama, dalam putusan kasasi juga menguatkan putusan pengadilan negeri,” katanya.

Dirinya menceritakan, kerap terjadinya penyerobotan tanah seperti dengan modus yang terjadi pada kasus yang dialami oleh kliennya.

“Jadi modusnya begini, terduga mafia tanah meminta dan memfoto SHM korban. Kemudian secara diam-diam membuat surat penyerahan tanah yang diketahui RT yang wilayah administrasinya berbeda dengan objek tanah,” ujar Pua.

Pengacara senior ini mengatakan, mafia tanah akan memanfaatkan situasi sebelum melancarkan aksinya. Dalam kasus yang ditangani Pua, diduga mafia tanah ini telah membeli tanah ke korban dengan bukti kwitansi yang diduga fiktif. Padahal setelah dicari pembuktiannya, ternyata korban saat itu dalam keadaan sakit lumpuh dan dirawat kliennya (Anak korban). Kondisi ini yang diduga dimanfaatkan terduga pelaku mafia tanah.

Lanjutnya, bahwa terbitnya sertifikat tanah bodong bisa terjadi lantaran BPN kurang waspada atau adanya campur tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Tentunya ada dugaan begitu. Karena dalam kasus saya ini, terduga mafia tanah tersebut membawa berkas fiktif dan membuat surat pernyataan tanah dan dijual kepada orang lain. Setelah itu melalui PTSL menjadikannya sertifikat, dengan cara begitu lahirlah sertifikat tumpang tindih,” katanya.

Pua yang konsen dalam membasmi pelaku mafia tanah di Kota Palangka Raya tersebut juga menegaskan, BPN harus mengetahui bahwa produk yang mereka keluarkan bisa saja tidak sah, karena kurangnya pengawasan dalam prosedur pembuatan sertifikat.

“Saya berharap, dengan adanya putusan Mahkamah Agung atas kasus tanah dengan 18 sertifikat diduga bodong ini, bisa menjadi bahan evaluasi bagi kita agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban dari praktik mafia tanah,” tutupnya. (rul/cen)

Writer: KaltengokeEditor: Admin2