Kementerian Pertanian (Kementan) telah mempersiapkan langkah-langkah strategis dalam mengantisipasi dampak fenomena El Nino.
El Nino erat kaitannya dengan peningkatan konsentrasi kenaikan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan suhu di permukaan bumi hangat, bahkan makin panas.
El Nino mulai melanda Indonesia akhir Mei ini hingga puncaknya diperkirakan terjadi pada Agustus 2023.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengaku telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk mempersiapkan mitigasi menghadapi musim kemarau ekstrem atau El Nino.
“Saya meminta kepada jajaran untuk menyiapkan langkah mitigasinya. Dan saya kira, langkah-langkah tersebut telah disiapkan dengan baik. Kita berharap dampak yang ditimbulkannya tidak akan mengganggu ketahanan pangan nasional,” kata Mentan Syahrul.
Mentan Syahrul juga menyatakan telah memperkuat sistem jaringan irigasi demi mencegah kekeringan pada lahan pertanian.
Dia juga mengingatkan agar petani tidak panik dan tetap kuat menghadapi berbagai krisis yang terjadi.
“Seluruh pihak, tak terkecuali, harus bergerak aktif berkolaborasi,melakukan antisipasi perubahan iklim, harus dapat beradaptasi saat kemarau nanti memanfaatkan infrastruktur air seperti dam parit, embung juga long storage dalam menghadapi cuaca ekstrem El Nino,” tegasnya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi dalam berbagai kesempatan menjelaskan El Nino adalah fenomena alam akibat climate change yang eratnya kaitannya dengan peningkatan konsentrasi kenaikan emisi gas rumah kaca.
Hal inilah yang menyebabkan suhu dipermukaan bumi hangat bahkan semakin panas. Sehingga, masa musim kemarau ekstrem mulai melanda Indonesia pada akhir Mei hingga awal Juni. Hanya saja, skalanya masih rendah.
Melalui Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) yang diinisiasi oleh BPPSDMP dengan teknologi CSA, saat ini tengah difokuskan pada upaya strategis mengantisipasi El Nino, di antaranya melalui pemupukan berimbang, memasifkan penggunaan pupuk organik selain kegiatan utamanya pemanfaatan irigasi dan penerapan teknologi Climate Smart Agriculture (CSA) atau Pertanian Cerdas Iklim. (rhs/jpnn)
“Teknologi CSA SIMURP mengajarkan banyak hal kepada petani, khususnya bagaimana melakukan pertanian pintar dalam menghadapi perubahan iklim ekstrem saat ini, hingga memasuki fenomena El Nino. Termasuk bagaimana cara mengantisipasi dan menangani penyakit tanaman,” ujar Dedi.
Kabadan Dedi menambahkan langkah-langkah terhadap antisipasi dan mitigasi dampak perubahan iklim atau El Nino yang dilakukan Program SIMURP, di antaranya melalui pemupukan berimbang dan memasifkan penggunaan pupuk organik.
“Karena tujuan utama dari Program SIMURP adalah menurunkan emisi gas rumah kaca, apabila GRK dapat ditekan maka akan frekuensi El Nino akan makin berkurang,” katanya lagi.
Kabupaten Banyuasin sebagai penerima manfaat SIMURP telah menerapkan teknologi CSA, di antaranya dengan pengambilan sampel gas rumah kaca yang telah dilakukan beberapa waktu yang lalu.
Lokasi pengambilan sampel di dua tempat berbeda, yaitu pada lahan scalling up Kelompok Tani Melati I dan lahan konvensional yang berada di Desa Mekar Sari. (rhs/jpnn)