Minimnya Penutur, Bahasa Daerah Bakal Terancam Punah

bahasa daerah punah
Widyabasa Ahli Muda Balai Bahasa Daerah Provinsi Kalteng, Rahlp Hery Budhiono saat diwawancarai awak media, Kamis (9/3/2023). FOTO: IST

PALANGKA RAYA– Bahasa daerah semakin waktu mulai ditinggalkan. Sejauh ini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melaporkan sebanyak 718 bahasa daerah di Indonesia yang tervalidasi namun 11 diantaranya dinyatakan punah.

Para penutur bahasanya juga mengalami penurunan jumlah. Penutur bahasa daerah yang semakin menurun jumlahnya ini tentu mengkhawatirkan. Di tahun 2022 Badan Bahasa telah merevitalisasi 39 bahasa daerah di 13 Provinsi. Sementara di tahun 2023 ini akan ada 59 bahasa daerah di 19 Provinsi termasuk juga Kalteng.

Widyabasa Ahli Muda Balai Bahasa Daerah Provinsi Kalteng, Rahlp Hery Budhiono, menyatakan beberapa upaya mengatasi kemunduran dan keterancaman bahasa daerah ini dengan memfokuskan kepada para usia muda. Hal ini, lantaran diketahui bahwa mayoritas penutur bahasa yang cenderung aktif berasal dari usia 40 tahun ke atas dibanding para generasi dibawahnya.

“Untuk mengatasi kendala penggunaan bahasa daerah ini sasaran utamanya adalah murid SD dan pelajar SMP artinya para penutur dari usia muda. Kita akan kenalkan bahasa daerah sejak dini, sehingga kelak saat mereka sudah dewasa ketika bekerja dimanapun mampu mempertahankan akar budayanya dengan menunjukkan bahasa daerah,” jelasnya.

Menurut Budhi sapaan akrabnya, regenerasi penutur saat ini kurang dijalankan. Bahasa daerah tidak diajarkan saat di rumah dan tidak dimasukkan dalam pelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah.

“Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan para guru ketika mengajar di kelas, bisa dengan memberikan tugas kepada anak didiknya untuk menulis cerpen, mendongeng hingga stand up comedy dengan penggunaan bahasa daerah,” imbuhnya.

Lanjut Budhi, bahasa daerah di Kalteng tidaklah tengah terancam punah namun lebih kepada terjadinya kemunduran. Adapun bahasa daerah di Kalteng yang sudah tidak ada penuturnya ialah berada di Barito Timur.

“Namanya bahasa Paku dari Kecamatan Paku. Di tahun 2018 kemarin tersisa dua penutur, kakak beradik usia 70 dan 66 tahun, namun saya belum tau persis keberadaan mereka. Untuk itu, jika dari masyarakat menemukan bahasa Paku dituturkan pada wilayah tertentu, silahkan beritahu kami agar bisa mendokumentasikan,” pungkasnya.

 

Budhi mengutarakan bahasa ini terancam punah atau bahkan mati jika tidak ada lagi penuturnya. Jika tidak ada penuturnya, otomatis tidak ada yang dituturkan yang akhirnya bahasa Paku ini menjadi bahasa yang mati.

“Kalaupun kedua penutur tadi berbicara, belum tentu orang lain memahami bahasa yang berbeda ini. Kematian penutur bahasa maka akan membawa bahasa itu turut punah,” demikian tandasnya. (fit*/cen)

BACA JUGA : Delapan Bahasa Daerah Kembali Direvitalisasi