PALANGKA RAYA – Pelaksanaan putusan Damang Kepala Adat, Kecamatan Manuhing, Awal Jantriadi yang hendak melakukan Hinting Adat di PMKS PT. Berkala Maju Bersama (BMB) terkait dugaan fitnah yang dilakukan oleh Sdr. Basirun Panjaitan selaku Direktur perusahaan tersebut dianggap tidak berdasarkan Buku Hukum Adat Dayak Ngaju.
Ritual Adat pemasangan Hinting Adat dengan melaksanaan putusan Denda Adat yang dikenakan berdasar Pasal 50 Singer Kasukup Belom Bahadat (kelengkapan Denda Adat Hidup Berkesopanan, Beretika, Bermoral yang tinggi) tersebut sudah menyimpang dari marwah hukum Adat Dayak Ngaju sebagaimana yang tersurat. Hal ini disampaikan Kepala Biro Organisasi Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, EP. Romong, SH, kepada wartawan, Jumat (11/11/2022).
“Saya merasa sangat bingung dengan sikap Damang Kecamatan Manuhing, Awal Jantriadi yang dalam penegakan hukum adat Dayak tidak pada tempatnya melakukan Hinting Adat. Tidak ada korelasinya denda adat perkara fitnah yang ditangani oleh Damang Manuhing dengan pemasangan Hinting Adat,” kata Romong.
Logikanya tegas Romong, ujung dari putusan kerapatan mantir/let perdamaian adat adalah salah satu diantara berupa sangsi adat atau hukuman denda. Tidak ada dalam buku hukum Adat tersebut penjelasan dan ketentuan pemasangan hinting adat.
“Apakah ada rujukannya terkait pemasangan hinting adat seperti itu,” ujarnya.
Bagaimana bisa memasang hinting adat dengan dasar yang salah. Tolong suruh Damang Manuhing secara lengkap membaca Buku Hukum Adat Dayak Ngaju. Hal ini dilakukan supaya tidak salah dalam penerapan hukum adat Dayak Ngaju di daerah ini.
Bila mengacu pada Denda Adat yang dikenakan berdasar Pasal 50 Singer Tandahan Randah (Denda Adat Tuduhan Serampangan) dan Pasal 96 Singer Kasukup Belom Bahadat (Kelengkapan Denda Adat Hidup Berkesopanan, Beretika, Bermoral yang tinggi) yang disebutkan Damang Manuhing dalam suratnya No.031/BP/DKA-KM/XI/2022, ruang lingkupnya tidak sampai pada Hinting Adat.
Apabila menyasar kepada pemasangan Hinting Adat, maka dapat dikatakan melanggar hukum Adat Dayak Ngaju dan masuk kategori melecehkan hukum adat yang tersurat tersebut. Ditambahkan Romong, Pasal 96 menyebutkan, kalau pihak Kedamangan memproses perkara Adat dan sudah menyebutkan pasal yang didakwakan untuk tergugat (terduga pelaku pelanggaran adat) jangan sampai melebar kesana kemari.
“Bila denda adat ini dilaporkan maka sangat besar sekali dendanya. Menegakan hukum adat tentunya jangan melanggar adat. Justru dari internal lembaga adat kedamangan yang menabrak rambu-rambu hukum adat. Saya profesional dalam perkara ini, tidak memihak siapa siapa dari kedua belah pihak. Saya minta, tolong dalam menerapkan hukum adat itu dengan baik dan benar,” kata Romong.
Sebagai langkah konkrit, maka Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Gunung Mas harus segera memanggil Damang Manuhing supaya mengingatkan yang bersangkutan. Menegakan hukum adat, tambah Romong, jangan justru membuat pelanggaran adat. Ini membuat preseden buruk bagi penegakan hukum adat.
“Yang namanya tandahan atau bisa diartikan menuduh secara serampangan itu terjadi hanya untuk orang dan dari orang saja. Yang dituntut itu pribadinya, bukan terhadap institusi atau tempatnya bekerja,” kata Romong.(*/cen)