UDARA malam di Bundaran Besar Palangka Raya, Sabtu (23/8/2025), terasa berbeda. Lampu kota berpadu dengan gemerlap panggung Huma Betang Night (HBN) Volume 11, menebarkan cahaya kebersamaan lintas generasi, lintas batas, bahkan lintas negara. Ribuan orang hadir, menikmati denting musik tradisional, tawa, dan tepuk tangan yang memeriahkan suasana.
HBN kali ini istimewa karena bertepatan dengan seminar internasional Pumpung Hai Borneo (The Great Borneo’s Assembly) yang digelar 21–23 Agustus 2025. Acara ini menjadi ajang silaturahmi masyarakat Dayak se-Kalimantan, dengan kehadiran pula perwakilan dari Sabah dan Sarawak, Malaysia.
Para delegasi hadir mengenakan busana adat, bercampur dengan masyarakat lokal yang antusias menyambut. Setiap sapaan dan pelukan seakan menjadi simbol persaudaraan yang tak lekang oleh zaman.
Di tengah kemeriahan, Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng, Leonard S. Ampung, menyampaikan sambutan penting. Ia menegaskan rencana pembangunan Huma Betang terbesar di Palangka Raya dengan ukuran 170 x 80 meter di kawasan kantor kehutanan.
“Semoga tahun 2026–2027 sudah bisa terwujud,” ujarnya disambut tepuk tangan meriah.
Leonard juga mengaitkan acara ini dengan sejarah panjang Dayak, yakni Perjanjian Damai Tumbang Anoi 1894. Ia berharap seminar berikutnya dapat digelar langsung di Tumbang Anoi, Kabupaten Gunung Mas, sebagai napak tilas sejarah persatuan Dayak.
“Kesepakatan kita bersama adalah penguatan sumber daya manusia agar Dayak bisa menjadi tuan rumah di rumahnya sendiri,” tegasnya.
Malam semakin larut, namun semangat tak surut. Satu demi satu penampilan menghidupkan panggung. Sanggar Seni Bawi Bahalap membuka dengan tarian penuh energi, disusul Dayak Pride dan Karungut Joni yang berhasil mengajak penonton bernyanyi dan bergoyang. Sorak riuh kembali terdengar ketika Sangsaka feat. Leo Band menghadirkan kolaborasi etnik-modern.
Puncaknya, Tari Kapakat Dayak DAD memukau penonton dengan kisah Peristiwa Tumbang Anoi. Gerakan penuh simbol membawa penonton seolah kembali ke masa lalu, ketika persatuan menjadi jawaban atas konflik.
Penyanyi lokal Elsa Meriska turut memeriahkan malam dengan suara merdu, sementara finalis Unduk Ngadau Malaysia asal Sabah, Elka Alika Pijeh, menambah semarak lewat nyanyian dan tariannya. Kehadiran Elka menegaskan bahwa HBN adalah rumah besar bagi semua, tanpa sekat wilayah dan negara.
Bundaran Besar malam itu berubah menjadi saksi kebersamaan. Anak-anak duduk di pangkuan orang tua, remaja sibuk merekam momen, sementara para tetua menyimak dengan mata berbinar. Semua larut dalam suasana, menjadikan HBN Volume 11 sebagai bagian penting dalam perjalanan budaya Dayak.
HBN tidak hanya menghadirkan pentas seni, tetapi juga ruang pertemuan, tempat sejarah dipelihara, sekaligus jembatan menuju masa depan. Senyum dan pelukan antardelegasi menutup malam dengan hangat. Palangka Raya pun menjelma sebagai Huma Betang, rumah besar bagi semua orang. (*)
Penulis: Siti Nur Marifa
Editor: Vinsensius
BACA JUGA : Langkah Kecil Penjaga Budaya