PALANGKA RAYA – Di tengah arus modernisasi, masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan warisan kuliner leluhur mereka. Yaitu Kenta. Olahan dari padi ketan ini bukan sekadar makanan, tetapi simbol kekuatan gotong royong dan identitas budaya yang kental.
Dirangkum dari berbagai sumber, Kenta dibuat dengan cara yang sangat tradisional. Prosesnya dimulai dari menyangrai padi ketan, lalu ditumbuk secara manual dalam lesung kayu hingga menjadi lembaran pipih. Makanan ini bisa langsung dimakan, meski terasa hambar jika tidak dicampur bahan pelengkap.
Agar lebih nikmat, Kenta biasanya dicampur parutan kelapa, air kelapa muda, dan ditaburi gula pasir. Dalam variasi lain, Kenta juga bisa diseduh dengan air panas dan susu, menghasilkan rasa manis-gurih dengan tekstur kenyal yang khas.
Namun, pembuatan Kenta tidak mudah. Dibutuhkan minimal lima orang dan waktu satu hari penuh untuk menyelesaikan prosesnya. Meski rumit, masyarakat Dayak tidak melupakan warisan ini. Sebaliknya, mereka aktif melestarikannya lewat berbagai kegiatan budaya.
“Setiap festival seni dan budaya seperti di Gunung Mas, lomba membuat Kenta selalu menjadi salah satu acara utama,” ujar salah satu warga.
Selain mempertahankan cita rasa dan proses, kegiatan ini juga menjadi ajang edukasi bagi generasi muda agar tidak melupakan akar budaya mereka. Kenta bukan hanya sekadar kuliner, tapi juga cerminan nilai kebersamaan dan identitas Dayak yang terus dijaga. (cen)
BACA JUGA : Mariati Sukses Raup Omzet Belasan Juta dari Wadi, Fermentasi Khas Dayak yang Tembus Pasar Nasional