Kritikan Berbuah Polemik, Freddy Ering Dicecar Netizen

Pasca Insiden Terbakarnya Gereja Maranatha

freddy ering
Petugas pemadam kebakaran pada saat melakukan pemadaman di Gereja Maranatha, Selasa (24/9/2024) lalu. FOTO: IST

PALANGKA RAYA – Postingan Yohannes Freddy Ering, menuai kritikan. Unggahan mantan anggota DPRD Kalteng di akun Facebook miliknya mengkritisi kinerja petugas dan relawan pemadam kebakaran yang dinilai kurang sigap.

Postingan viral itu ia tulis pasca insiden kebakaran Gereja Maranatha di Jalan P Diponegoro, Kota Palangka Raya, Selasa (24/9/2024) lalu. Dalam postingannya Freddy Ering menilai, kinerja petugas pemadam kebakaran kurang sigap. Lantas dirinya mendapat cercaan dari netizen.

“Terlepas dari apa latar belakang musibah terbakarnya Gereja Maranatha, tapi kami sangat menyesalkan kurang sigapnya petugas pemadam kebakaran, harusnya apinya bisa dikendalikan, dan tidak sampai menghanguskan sebagian besar gedung gereja. Apalagi kemudian harus merembet ke bangunan sekitarnya yaitu sekolah, kenapa kurang sigap?” tulisnya.

“Kejadiaannya juga siang bolong, berlokasi di jalan protokol, lalu pangkalan/markas pemadam juga relatif dekat karena sama di Jalan Diponegoro, jadi tdk ada alasan!”lanjutnya.

“Terlebih lagi dengan musim kemarau yang sudah hampir 20 hari, aparat pemadam harusnya sudah dalam kesiapsiagaan yang tinggi dalam mengantisipasi ancaman kebakaran,” tambahnya.

Freddy Ering mengungkapkan, bahwa itu adalah pendapat pribadinya mengenai insiden tersebut.

“Oh itu pendapat saya pribadi, tidak ada kaitan dengan DPRD, karena status saya bukan lagi anggota DPRD,” jawabnya, Kamis (26/9/2024) malam seperti dikutip dari kalteng.co.

Pernyataan yang dinilai agak keras tersebut bak gayung bersambut. Ketua Emergency Respons Palangka Raya (ERP), Jean Steve pun angkat bicara.

Jean Steve mengaku sangat menyesal dengan pernyataan yang disampaikan oleh mantan Ketua Komisi I DPRD Kalteng, Yohannes Freddy Ering.

“Kurang sigap apa lagi bapak tim damkar, bukan cuma pemerintah kota tapi juga tim kebakaran swasta. Kalau tidak ke lapangan tidak usah terlalu statement yang menyudutkan,” sesalnya, Kamis (26/9/2024).

Menurut Jean, jika tidak tahu situasi dan kondisi dilapangan sebaiknya tidak usah terlalu banyak berkomentar, apa lagi komentar yang bersifat provokatif.

“Saya Ketua Emergency Respons Palangka Raya, menyesalkan sekali terhadap omongan (postingan di Facebook) anda, terlalu menyudutkan,” imbuhnya.

Ia menyebut seharusnya apa yang dilakukan oleh damkar dan para relawan pemadam kebakaran patut diapresiasi, tidak disudutkan.

“Seharunya anda tahu, kami waktu itu sampai jam 8 malam masih di depan Gereja Maranatha untuk memadamkan api kebakaran, kami tim swasada tidak ada bantuan manapun,” bebernya. Kekesalah ketua salah satu tim relawan di Palangka Raya itu dituangkan dalam satu video yang direkamnya berdurasi 1 menit 27 detik dan ramai beredar di kalangan grup whatsapp.

Pasca mendapat kritikan balik dari netizen dan petugas serta relawan pemadam kebakaran. Freddy Ering kembali membuat postingan di akun facebook-nya. Kali ini ia memberikan sejumlah klarifikasi.

Pertama, sebagai warga Kota Palangka Raya dan umat gereja bereaksi spontan atas kinerja petugas damkar itu wajar-wajar saja. Bagaimana tidak dalam sekejap saja kita kehilangan gereja yang sangat kita cintai, hangus terbakar!

Kedua, Freddy Ering memahami kalau api datang dari dari atas bangunan gereja yang tinggi, sehingga susah untuk dikendalikan. Demikian cepat melalap bangunan gereja karena rentan api!

Ketiga, ia juga memahami petugas damkar sudah berusaha berjuang memadamkan api,

Keempat, ia menuturkan kalau alasan teknis tidak ada hydrant di lokasi. Baginya sulit diterima, karena persoalannya kenapa tidak dibuat hydrant di dekat lokasi atau jalan strategis sebagai sumber air pemadaman. Ini menjadi kritik buat pemerintah kota harusnya Palangka Raya sebagai kota sudah menyediakan hydrant-hydrant di semua titik-titik lokasi strategis.

Kelima, kemudian ia menyebut hydrant bukan satu-satunya sumber air pemadaman. Bisa di sungai terdekat yang cukup banyak dalam kota! Ataukah mobil-mobil tangki kita kurang banyak? Namun perlu pengkajian dan perencanaan soal ketersediaan mobil tangki pemadam.

Keenam, kemudian fakta yang ada ternyata damkar kita belum memiliki peralatan pemadam untuk bangunan yang tinggi, karena ternyata pemadaman saat itu kesulitan karena peralatan yang ada tidak memadai, sudah saatnya damkar kota didukung peralatan pemadaman gedung-gedung tinggi atau bertingkat sesuai perkembangan dan kemajuan kota.

Ketujuh, kemudian keluhan karena soal kesejahteraan. Mungkin untuk para relawan, namun untuk petugas kita juga tidak tahu kalau ternyata gaji atau tunjangan damkar kita masih belum sepadan. Itulah masalah sekaligus pelajaran bagi pengambil keputusan untuk memperhatikan dan menghormati para petugas damkar dengan memberi jaminan kesejahteraan yang memadai dan wajar.

Kedelapan, sekali lagi kita hormati kalau petugas damkar yang telah berjuang keras. Harus diakui kelemahan dan kendala damkar kita dalam banyak hal. Seperti sarana pendukung, hydrant dan lainnya. Teknologi peralatan pemadaman, keterampilan SDM dan juga kesejahteraan.

Kesembilan, apapun itu saya pribadi memohon maaf yang sedalam-dalamnya kepada seluruh petugas damkar dan relawan atas pernyataan saya yang menyebutkan “kurang sigap”. Padahal telah bersusah payah menjalankan tugas mulia memadamkan api di Gereja Maranatha, sekalipun tidak mampu membendung kecepatan api. (cen)