PALANGKA RAYA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya mendukung pemberlakuan Pemenristekdikti Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasaan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
LBH Palangka Raya juga mendorong perguruan tinggi di Kalteng untuk membuat aturan internal mengenai pencegahan dan penanganan kasus kekerasaan seksual di lingkungannya. Berdasarkan Pemenristekdikti Nomor 30 Tahun 2021.
Ketua LBH Palangka Raya, Aryo Nugroho, mengatakan kekerasaan seksual kerap kali terjadi dan korban dari kekerasaan tersebut kebayakan memilih diam. Ini dikarenakan persepsi publik yang masih banyak memberikan penilaian, bahwa korban atau penyintas, telah ternoda dan tercoreng nama baiknya.
Sesuatu yang aib dan bahkan disalahkan atas kejadian yang tidak kehendaki tersebut. Sehingga kekerasan seksual layaknya api dalam sekam, yang tak nampak dipermukaan namun mengandung bara didalam.
“Seharusnya penguruan tinggi merupakan tempat pembangunan nilai-nilai hak asasi manusia itu berlangsung, termasuk dalam penanaman etika dan moral. Namun faktanya di perguruan tinggi pun tak luput dari aksi-aksi kekerasan seksual,” terangnya dalam rilis yang diterima redaksi Kaltengoke.com, Senin (15/11/2021).
Aryo menuturkan, pelaku kekerasan seksual ini pun dapat dilakukan oleh oknum-oknum pendidik atau dosen di suatu perguruan tinggi. Contohnya kata dia, di salah satu perguruan tinggi di Kalteng.
“Pada tahun 2019 terbongkar satu kasus kekerasan seksual, dimana kasus ini merupakan kasus lama. Namun ramai diketahui publik sejak korban mau membuka diri kepada publik. Pelakunya tidak tanggung-tanggung merupakan seseorang yang bergelar doktor,” ungkap Aryo.
Terbitnya Permenristekdikti ini, menuai pro dan kontra, pihaknya tidak melihat subtansi yang penting mengapa Permenristekdikti ini ditolak oleh sebagaian kalangan. Permenristekdikti tentang pencegahan kekerasan seksual merupakan aturan yang menurut pihaknya harus ada, mengingat persoalan kekerasan seksual telah terjadi di perguruan tinggi.
Tantanggan selanjutnya atas Permenristekdikti ini ialah bagaimana perguruan tinggi, khususnya di Kalteng menjadikannya pedoman dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2, menyatakan peraturan menteri ini bertujuan sebagai pedoman bagi perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang terkait dengan pelaksanaan Tridharma di dalam atau di luar kampus.
“Dan, untuk menumbuhkan kehidupan kampus yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan di antara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus di perguruan tinggi,” tutup Aryo. (cen)