PEMANGKASAN anggaran oleh pemerintah pusat menjadi sorotan hangat di berbagai daerah, termasuk Kalimantan Tengah. Kebijakan ini, yang disebut sebagai bagian dari efisiensi fiskal dan penyesuaian keuangan nasional, ternyata berdampak langsung pada kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program prioritas.
Di balik angka-angka dan istilah teknokratis seperti “refocusing” atau “rasionalisasi”, sesungguhnya tersimpan kegelisahan. Janji-janji politik yang pernah diucapkan kepada rakyat kini terancam menjadi sekadar slogan kampanye.
Bagi kepala daerah, kondisi ini menjadi dilema yang pelik. Di satu sisi, mereka dituntut menjalankan janji Pembangunan. Mulai dari infrastruktur dasar, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, hingga program pemberdayaan masyarakat.
Namun di sisi lain, ruang fiskal yang semakin sempit membuat banyak agenda harus ditunda, bahkan dibatalkan. Tak sedikit kepala daerah yang mengeluh, karena janji yang sudah mereka susun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) harus direvisi akibat pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) oleh pusat.
Kegalauan itu beralasan. Sebab, bagi publik, janji politik bukanlah soal teknis anggaran, melainkan komitmen moral. Rakyat tidak ingin mendengar dalih “anggaran dipangkas”, mereka ingin melihat bukti nyata. Jalan yang diperbaiki, sekolah yang dibangun, bantuan yang sampai ke tangan masyarakat. Di sinilah jarak antara realitas fiskal dan ekspektasi politik semakin lebar.
Namun, situasi ini juga menjadi ujian bagi kepala daerah untuk menunjukkan kepemimpinan sejati. Mereka perlu berinovasi, mencari sumber pendapatan alternatif, memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta, dan memangkas belanja yang tidak produktif. Efisiensi bukan berarti berhenti bekerja, melainkan bekerja lebih cerdas dalam keterbatasan.
Pemangkasan anggaran daerah seharusnya tidak hanya dijawab dengan keluhan, tetapi juga dengan reformasi tata kelola yang lebih transparan dan kreatif. Karena pada akhirnya, rakyat tidak menilai pemerintah dari besarnya dana yang dimiliki, melainkan dari sejauh mana dana itu mampu mengubah hidup mereka.
Janji politik memang bisa tertunda. Tetapi tanggung jawab moral terhadap rakyat tidak boleh ikut hilang. (*)
Penulis: Vinsensius (Pemred Kaltengoke.com)
BACA JUGA : Menteri “Koboi” Purbaya Dikepung Protes Gubernur, Tetap Kukuh Pangkas TKD
BACA JUGA : Hadapi Penurunan TKD Rp253 Miliar di 2026, Wali Kota Palangka Raya Siapkan Strategi
BACA JUGA : TKD Pemkab Gumas Turun sekitar Rp 73 Miliar
BACA JUGA : DBH Kalteng Hanya Terima Rp 269 Miliar dari Rp 640 Miliar, Wagub Edy Pratowo Soroti Ketidakpastian Fiskal