TREN minum kopi di Indonesia terus berkembang. Bukan hanya di kafe modern dengan interior mewah, kini secangkir kopi juga mudah ditemui di pinggir jalan Kota Cantik Palangka Raya. Dengan harga ramah di kantong, mulai Rp10 ribu hingga Rp15 ribu, kopi dari gerobak para pelaku UMKM hadir sebagai teman setia warga dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Salah satunya adalah Febri (18), barista muda yang menamai usahanya Barista Keliling (Briling). Berbekal gerobak kopi berbasis sepeda listrik, setiap hari ia mangkal sejak pukul 07.00 pagi hingga sore di depan kantor Dinas Perhubungan Kalteng.
“Pembeli rame, hampir di semua titik jalan di Palangka Raya sekarang ada yang jual kopi. Kalau lagi ramai, saya bisa habis sampai 150 cup per hari,” tutur Febri, Selasa (26/8/25).
Menu yang ditawarkan pun beragam, dari kopi susu klasik, kopi susu aren, americano, hingga varian unik seperti kopi susu vanila, pandan, dan pisang.
Bagi sebagian warga, gerobak kopi ini bukan sekadar tempat membeli minuman, melainkan juga solusi untuk tetap bisa menikmati kopi dengan harga terjangkau. Andi (27), pegawai swasta yang beraktivitas di kawasan Jalan Tjilik Riwut, mengaku hampir setiap hari mampir.
“Rasanya enak, harganya pas di kantong. Kalau pagi saya biasanya beli kopi susu aren, siang ganti americano biar segar. Rasanya kurang kalau sehari nggak minum kopi,” ujarnya sambil tersenyum.
Menurutnya, keberadaan gerobak kopi sangat membantu pekerja kantoran. Tak perlu lagi menyisihkan waktu khusus ke kafe, cukup mampir sebentar saat berangkat kerja atau waktu istirahat. “Praktis dan terjangkau,” tambahnya.
Fenomena kopi gerobakan di Palangka Raya menjadi bukti bahwa kopi bukan hanya milik kalangan tertentu. Dengan harga ekonomis, siapa pun bisa menikmatinya—mulai dari mahasiswa, pegawai, hingga masyarakat umum.
Lebih dari sekadar tren, gerobak kopi juga membuka ruang baru bagi anak muda untuk berwirausaha. Bagi Febri dan pelaku UMKM lainnya, secangkir kopi bukan hanya minuman, tapi juga jalan menuju kemandirian. Dan bagi warga, kopi dari gerobak sudah menjadi bagian dari gaya hidup: sederhana, inklusif, dan selalu hadir di setiap sudut kota. (*)
Penulis: Siti Nur Marifa
Editor: Vinsensius
BACA JUGA : Tumbang Anoi Dihidupkan Kembali Lewat Tari di Panggung HBN