Warga Desa Menjalin Bantah Tuduhan Preman dan Pembajak Tugboat

desa menjalin
Tugboat Prime 12 saat bersandar di lanting milik warga Desa Menjalin, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotim, pada Senin (25/8/2025). Foto: Ist

SAMPIT – Warga Desa Menjalin, Kecamatan Parenggean, Kotawaringin Timur (Kotim), angkat bicara terkait tuduhan yang menyebut mereka sebagai “preman” dan “pembajak” tugboat pengangkut batu bara. Tudingan tersebut muncul melalui sebuah video yang beredar di media sosial Facebook bernama Buser Info.News Kalimantan Tengah pada Minggu (24/8/2025).

Masyarakat Desa Menjalin merasa tersinggung dan keberatan, sebab aktivitas mereka sebagai Pemantau Alur Desa Menjalin Bersatu telah berlangsung resmi lebih dari 20 tahun. Selama ini, sistem kerja mereka disepakati bersama perusahaan tugboat, perusahaan tambang, aparatur desa, hingga aparat keamanan setempat.

“Kami ini resmi, bukan preman apalagi pembajak. Upah untuk pemantau sudah ada kesepakatan sejak dulu, disaksikan perusahaan tambang, polisi, aparatur desa, dan Babinsa,” tegas salah satu anggota pemantau alur, Senin (25/8/2025).

Menurut kesepakatan, setiap tugboat yang masuk memberikan upah berupa 11 galon (teng) minyak. Jika bersandar di lahan milik warga, perusahaan wajib menambah 2 galon minyak untuk pemilik lahan. Kesepakatan ini berjalan tanpa masalah selama dua dekade.

Namun, beredarnya video tuduhan tersebut dinilai merusak nama baik masyarakat Desa Menjalin. “Selama 20 tahun perusahaan tugboat tidak pernah keberatan. Tiba-tiba saja muncul tuduhan pembajak. Itu jelas merugikan kami,” ujarnya.

Ia menduga, masalah ini muncul dari pihak agen baru bernama Anang Bravo, yang disebut menjadi sumber keluhan dari perusahaan tugboat Prime 12. Sebagai sikap tegas, tugboat Prime 12 saat ini ditahan warga hingga ada kejelasan.

Saat ini, terdapat 45 grup pemantau resmi di Desa Menjalin, masing-masing beranggotakan enam orang. Warga menegaskan, pihak yang tidak memiliki surat tugas resmi barulah bisa disebut preman.

“Kalau ada keberatan, silakan tempuh jalur hukum. Jangan malah menyebarkan video yang merusak nama baik masyarakat Desa Menjalin,” pungkasnya. (pri/cen)

BACA JUGA : Sunyi yang Menyakitkan, Korban Kekerasan Perempuan dan Anak di Kotim Pilih Diam