Akses Jalan Dibuka, Warga Desa Penyang Tetap Tuntut PT MAP Kembalikan Lahan

pt map
Proses pembukaan jalan poros yang sempat ditutup oleh pihak perusahaan PT MAP, di Desa Penyang, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Telawang, pada Rabu (16/7/2025). Foto: Ist

SAMPIT – Warga Jalan Jenderal Sudirman Km 18, Desa Penyang, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Telawang, Kabupaten   (Kotim), akhirnya bisa kembali beraktivitas setelah akses jalan poros yang sempat ditutup oleh PT Mulia Agro Permai (MAP) dibuka kembali.

Namun, di balik rasa lega itu, masyarakat tetap menyuarakan tuntutan lama: pengembalian lahan yang mereka klaim telah dikuasai perusahaan secara sepihak selama bertahun-tahun.

Rudiyanto, salah satu warga, menyatakan rasa terima kasih atas pembukaan jalan yang sebelumnya membuat aktivitas warga lumpuh total.

“Kami berterima kasih kepada Polres Kotim dan Polsek Telawang yang sudah memfasilitasi. Selama jalan ditutup, anak-anak sekolah, petani, dan karyawan sangat kesulitan. Sekarang akses sudah lancar kembali,” ujar Rudiyanto, Kamis (17/7/2025).

Namun ia menegaskan, pembukaan jalan bukan akhir dari masalah.

“Pihak perusahaan hanya janji-janji saja. Kami minta pemerintah daerah dan pusat menegakkan keadilan. Kami tidak minta ganti rugi, cukup lahan kami dikembalikan,” tegasnya.

Rudiyanto mengaku memiliki lahan seluas 304,23 hektare, namun hanya sebagian kecil yang diakui perusahaan.

Senada dengan itu, Agus T. Alang, perwakilan lima kelompok warga, mengungkapkan bahwa perjuangan mereka sudah berlangsung sejak tahun 1972. Kelompoknya mengklaim memiliki lahan sekitar 250 hektare yang belum juga dikembalikan.

“Kami sudah berkali-kali mediasi, tapi tetap tidak ada keputusan. Ini bukan baru, sudah sejak lama kami memperjuangkan lahan ini,” katanya.

Kuasa hukum warga, Anekaria Safari, menyatakan bahwa meskipun akses jalan telah dibuka, persoalan utama terkait lahan masih belum terselesaikan.

“Masalah lahan masih menggantung. Selain 280 hektare milik klien kami, ada juga klaim warga lainnya mencapai 1.400 hektare yang masih dalam proses,” jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2005, lahan tersebut termasuk dalam kawasan hutan. Bahkan, papan penanda kawasan hutan yang dipasang Satgas Penertiban Kawasan Hutan dilaporkan hilang secara misterius.

“Kami minta penegakan hukum dilakukan, karena ini jelas menyangkut hak masyarakat,” tegas Anekaria.

Sementara itu, Sahidi, warga lainnya, mengatakan keluarganya telah memperjuangkan hak atas lahan seluas 1.470 hektare sejak 2013. Untuk menjaga tanah tersebut, ia bahkan mendirikan pondok di lahan yang diklaim perusahaan.

“Kami sudah berkali-kali diusir, pondok kami pernah dibongkar. Tapi kami tetap bertahan. Kami tidak mau dibayar, kami hanya ingin lahan kami kembali,” ujar Sahidi.

Warga berharap agar pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga pemerintah pusat benar-benar turun tangan dan menuntaskan masalah ini secara adil.

“Kami berharap suara kami didengar. Jangan sampai masyarakat kecil seperti kami terus-menerus dirugikan,” pungkasnya. (pri/cen)

BACA JUGA : Polres Kotim Tangkap 34 Tersangka dan Sita 2,7 Kg Sabu dalam Operasi Antik Telabang 2025