DI balik tembok tinggi Rumah Tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan (Rutan/Lapas) di Kalimantan Tengah (Kalteng), ada potret buram yang jarang tersorot.
Dunia penjara di provinsi ini menghadapi persoalan klasik yang tak kunjung tuntas. Kelebihan kapasitas, minimnya pengawasan, dan lemahnya sistem keamanan.
Kasus narapidana kabur, pungutan liar, penggunaan handphone (HP) hingga peredaran narkoba dari balik jeruji menjadi fenomena yang terus berulang.
Satu persatu kasus mencuat ke permukaan, seakan menegaskan bahwa penjara bukan tempat pembinaan, melainkan menjadi titik rawan bagi kejahatan baru.
Mayoritas lapas dan rutan di Kalteng dihuni dua hingga tiga kali lipat dari kapasitas normal. Satu sel yang idealnya untuk empat orang, diisi delapan hingga sepuluh.
Overkapasitas ini memicu ketegangan antarnapi, menyulitkan pembinaan, dan membuka celah kerusuhan.
Ditambah lagi, jumlah petugas jauh dari ideal. Satu sipir bisa mengawasi puluhan hingga ratusan narapidana. Kondisi ini membuat pengawasan menjadi longgar dan rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam banyak kasus, kelalaian administratif dan lemahnya teknologi pengawasan menjadi titik rawan. Tidak semua rutan memanfaatkan CCTV dengan maksimal. Akses keluar-masuk masih mengandalkan sistem manual yang rawan manipulasi.
Pihak luar pun bisa dengan mudah menyelundupkan barang-barang terlarang. Bahkan ada napi yang bisa mengakses ponsel, mengatur transaksi narkoba dari dalam tahanan.
Alih-alih menjadi tempat rehabilitasi, penjara di Kalteng kerap jadi “sekolah kejahatan”. Narapidana baru justru belajar metode baru dari seniornya. Tanpa pembinaan yang serius, mereka keluar bukan sebagai pribadi yang lebih baik, melainkan lebih lihai.
Deretan Kasus di Balik Penjara
Baru-baru ini, Sabtu (28/6/2025), narapidana bernama Henderikus Yoseph Seran Bin Anderias Seran kabur dari pengawasan dan meninggalkan realita kepada petugas Lapas Kelas IIA Palangka Raya dengan raibnya napi saat sedang kerja bakti kebersihan.
Masih di Lapas Kelas IIA Kota Palangka Raya, empat narapidana kabur dari blok hunian Lapas. Peristiwa ini terjadi pada Jumat (3/3/2023).
Pelarian empat narapidana ini diduga dilakukan dengan cara memanjat tembok gedung tanpa sepengetahuan petugas jaga maupun kamera pengawas.
Empat narapidana ini adalah Pancareno Rama Kencana Adiwardana Marry Yuandi, Jihat Aji Nurmoko, Prihartono, dan Abdul Rahman.
Di tahun yang sama, terjadi perkara kasus korupsi pembangunan dan renovasi gedung dan bangunan Lapas Kelas III Sukamara Tahun Anggaran 2017. Kasus korupsi ini melibatkan pejabat Lapas.
Parahnya lagi, seorang narapidana menyimpan dan mengedarkan sebanyak 24 paket sabu dengan berat total 15,31 gram. Barang haram ini ditemukan dalam Rutan Kelas IIA Palangka Raya.
Deretan kasus di balik penjara ini hanya hanya contoh kecil. Masih banyak kasus-kasus lain yang masih gelap dan belum terungkap.
Pemerintah pusat dan daerah sudah berulang kali mewacanakan reformasi pemasyarakatan. Namun di lapangan, perubahan belum terasa nyata. Penjara masih identik dengan overload, minim kontrol, dan celah korupsi.
Kalteng butuh sistem pemasyarakatan yang kuat dan manusiawi. Bukan hanya membangun fisik lapas, tapi juga memperkuat manajemen, SDM, teknologi, dan pengawasan.
Karena sejatinya, narapidana adalah warga binaan yang berhak mendapat kesempatan memperbaiki diri, bukan dikurung dalam sistem yang rapuh. (*)
Catatan: Tulisan opini ini merupakan catatan redaksi tentang fenomena kasus-kasus yang terjadi di balik jeruji besi baik Rutan maupun Lapas yang ada di Kalteng.
Penulis: Pemimpin Redaksi Kaltengoke.com, Vinsensius.