PALANGKA RAYA – Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin, mengungkapkan bahwa dari total luas wilayah Kota Palangka Raya sekitar 2.800 km², hanya 18,9 persen yang berada di luar kawasan hutan. Sisanya, sekitar 82 persen, merupakan kawasan hutan yang terdiri dari hutan taman nasional, hutan produksi, dan jenis lainnya.
Kondisi ini, menurut Fairid, menjadi salah satu penyebab rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palangka Raya karena keterbatasan pemanfaatan lahan non-kawasan hutan. Oleh sebab itu, pihaknya telah mengajukan permohonan perubahan fungsi kawasan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Saya sudah berbicara langsung dengan Menteri Kehutanan agar ada perubahan fungsi kawasan. Sudah ada kesepakatan, dan sewajarnya sebagai ibu kota provinsi, minimal 50 persen wilayahnya merupakan non-kawasan hutan,” ujar Fairid baru-baru ini.
Ia menambahkan, berdasarkan kondisi eksisting, sekitar 40 persen dari kawasan hutan tersebut telah dikuasai oleh masyarakat.
Hal ini menimbulkan persoalan kepemilikan lahan, termasuk tumpang tindih klaim tanah yang tidak dapat diselesaikan secara hukum karena tidak adanya dasar regulasi yang kuat, khususnya terhadap lahan HPK (Hutan Produksi Konversi) yang belum bisa ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat hak milik.
Wali Kota juga menyoroti sejumlah isu krusial yang dikeluhkan masyarakat, antara lain pembangunan jalan, drainase, dan penerangan jalan umum (PJU).
Ketiga persoalan itu, kata Fairid, seharusnya bisa diselesaikan apabila daerah memiliki ruang fiskal yang lebih luas dari sektor PAD.
“Kami kesulitan membebaskan lahan bahkan untuk fasilitas dasar seperti sekolah. Maka, sebelum pengalihan fungsi kawasan dilakukan, kami merancang pembentukan Bank Tanah agar ketersediaan lahan pemerintah bertambah. Nantinya setiap warga yang ingin memanfaatkan tanah akan diwajibkan menyetor sebagian untuk fasilitas sosial,” jelasnya.
Program tersebut, tegas Fairid, tidak akan mengganggu eksistensi kawasan hutan yang ada, melainkan sebagai bentuk penataan kawasan agar pembangunan bisa berjalan seimbang antara pelestarian dan kebutuhan masyarakat.
“Saya tidak ingin setelah berjuang mengubah fungsi kawasan, persoalan di lapangan masih terjadi. Karenanya, kolaborasi dengan tokoh masyarakat sangat dibutuhkan,” imbuhnya.
Wali Kota juga mengajak seluruh perangkat daerah dan masyarakat Kota Palangka Raya untuk mendukung program ini, terutama dalam mendukung pelaksanaan Bank Tanah sebagai solusi jangka panjang dalam perencanaan pembangunan kota.
“Program ini akan berjalan dalam waktu dekat. Mohon doa dan dukungannya. Untuk koordinasi bisa langsung melalui Sekda, Wakil Wali Kota, atau dinas terkait,” pungkas Fairid. (ter/cen)
BACA JUGA : Lepas Kontingen FBIM 2025, Wali Kota Palangka Raya: Jangan Malu-maluin, Target Juara Umum!