Opini  

Kenaikan Tarif Pajak, Apakah Bisa Terwujudnya Optimalisasi Pemulihan Ekonomi?

tarif pajak
Esther Evelyn Margareta (Mahasiswa Fakultas Hukum Univesitas Palangka Raya)

PERUBAHAN tarif pajak menuai banyak perhatian dan minat dari para pelaku usaha. Pasalnya, pemerintah segera menaikkan tarif pajak mulai April 2022 dari tarif yang berlaku saat ini 10 persen menjadi 11 persen.

Ketentuan penambahan tarif PPN ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang telah ditetapkan pada 29 Oktober 2021 lalu.

Persoalan ini marak diperbincangkan masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi terjadinya pemerosotan rasio pajak yang menyebabkan pendapatan pajak negara berkurang dalam kurun dua tahun ini.

Pemerintah berencana kembali menaikan tarif PPN menjadi 11 persen yang rencananya diberlakukan mulai 1 April 2022 dan tarif PPN 12 persen Januari 2025 dapat diubah menjadi skema paling rendah 5 persen dan paling tinggi 12 persen

Lalu, apakah dengan mengeluarkan kebijakan pertambahan tarif PPN bisa terwujudnya optimalisasi pemulihan ekonomi?

Sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pastinya menghasilkan pro dan kontra serta belum pasti kebijakan tersebut bisa memuaskan seluruh masyarakat Indonesia.

Di situasi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan pendapatan pajak negara berkurang salah satunya merosotnya rasio pajak, sehingga hal ini dapat diupayakan menjadi jalan tengah dalam mendongkrak pendapatan negara. Disisi lain untuk mengandalkan Pajak Penghasilan (PPh) sudah sulit.

Adanya kebijakan baru mengenai perubahan tarif pajak ini membebani masyarakat yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi yang kini sudah mulai membaik. Bahkan, ketika ekonomi pulih masyarakat pun sekarat. Belum lagi saat pandemi Covid-19 ini banyak sektor pelaku usaha kembali mulai untuk bangkit, tetapi dihadapkan dengan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen.(*)

Penulis : Esther Evelyn Margareta (Mahasiswa Fakultas Hukum Univesitas Palangka Raya)