SAMPIT – Wakil Ketua I DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Juliansyah, menyoroti rendahnya kepatuhan perusahaan perkebunan dalam merealisasikan kewajiban plasma 20 persen bagi masyarakat sekitar. Dari sekitar 50 perusahaan yang beroperasi di Kotim, hanya sebagian kecil yang menunjukkan keseriusan untuk memenuhi aturan tersebut.
“Saya baru menerima laporan, dari total 50 perusahaan perkebunan di Kotim, hanya beberapa yang memberikan konfirmasi siap menjalankan plasma. Sisanya masih belum memberikan respon berarti,” ujar Juliansyah, Sabtu (25/10/2025).
Politikus Partai Gerindra yang juga menjabat Ketua DPC Gerindra Kotim ini menilai kondisi tersebut menunjukkan lemahnya komitmen dunia usaha terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Padahal, kata dia, Bupati Kotim telah melayangkan surat resmi kepada seluruh perusahaan agar segera melaksanakan kewajiban tersebut.
“Bupati sudah mengirim surat resmi, tapi responnya minim. Padahal, kewajiban plasma 20 persen itu jelas diatur dalam regulasi dan wajib dijalankan,” tegasnya.
Juliansyah juga menanggapi alasan beberapa perusahaan yang mengklaim kesulitan karena sebagian lahannya tengah disita oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Menurutnya, hal itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk mengabaikan kewajiban sosial terhadap masyarakat.
“Kalau ada perusahaan yang beralasan lahannya disita Satgas PKH, itu urusan lain. Jangan dijadikan dalih untuk lari dari tanggung jawab plasma. Dua hal itu berbeda,” ujarnya menegaskan.
Ia menilai, lemahnya respon perusahaan terhadap surat pemerintah daerah menjadi bukti bahwa sebagian besar perusahaan masih belum memiliki komitmen kuat dalam membantu pembangunan masyarakat di sekitar wilayah operasinya.
“Sikap abai seperti itu justru menunjukkan mereka tidak serius berkontribusi bagi kesejahteraan warga,” tambahnya.
Juliansyah pun mengapresiasi langkah tegas Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, yang memberikan peringatan keras kepada perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban plasma, tanggung jawab sosial (CSR), serta penyerapan tenaga kerja lokal.
“Pernyataan Pak Gubernur sudah jelas: perusahaan yang tidak menjalankan plasma, tidak melaksanakan CSR, dan tidak memperhatikan tenaga kerja lokal, sebaiknya angkat kaki dari Kalteng. Itu bentuk keberpihakan nyata terhadap masyarakat,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, kelalaian perusahaan dalam memenuhi kewajiban plasma kerap memicu konflik sosial di lapangan. Pemerintah daerah, lanjutnya, sering kali menjadi sasaran kemarahan masyarakat akibat ulah perusahaan yang tidak patuh.
“Kalau plasma terus diabaikan, ujung-ujungnya masyarakat yang kecewa dan pemerintah yang disalahkan. Padahal kami sudah berulang kali menekan agar kewajiban ini dijalankan,” pungkasnya. (pri/cen)
BACA JUGA : DPRD Kotim Usulkan Kerja Sama Pihak Ketiga untuk Fasilitasi Penyeberangan Mobil di Pulau Hanaut



