DI ujung Jalan Mendawai I, aroma roti yang baru matang menyambut siapa saja yang lewat. Dari sebuah rumah produksi sederhana milik Pondok Pesantren Mamba’u Darissalam, lahir sebuah inisiatif ekonomi yang tak hanya mengenyangkan, tapi juga memberdayakan.
Usaha mikro bernama Roti Pondok ini telah menjadi tumpuan hidup baru bagi sejumlah ibu rumah tangga di sekitar pesantren. Bagi Yesi (40), salah satu pekerjanya, roti bukan sekadar makanan, melainkan jalan keluar dari keterbatasan ekonomi.
“Dulu saya hanya ibu rumah tangga biasa. Tapi sekarang, alhamdulillah, bisa bantu suami. Gaji harian di sini bisa setara UMR,” ujarnya sambil terus membungkus roti, Rabu (6/8/2025).
Roti Pondok mulai diproduksi pada 7 Oktober 2024. Modal awal berasal dari pihak pesantren, yang kemudian diperkuat dengan dukungan Bank Indonesia berupa oven dan mesin produksi. Hasilnya, produksi kini mencapai 2.000 roti per hari, dengan tiga varian rasa. Coklat, keju, dan original.
Imis, salah satu pengelola, menuturkan bahwa semangat kolektiflah yang menjadi kunci keberhasilan usaha ini.
“Ini bukan sekadar roti. Ini roti yang lahir dari semangat gotong royong. Hasil bersihnya pun untuk pembangunan pesantren,” katanya.
Harga jual roti di tempat produksi hanya Rp 2.000, dan Rp 2.500 jika menggunakan kurir. Di toko-toko sekitar, harganya berkisar Rp 3.000 per buah. Delapan pekerja sebagian besar ibu rumah tangga, terlibat dalam proses produksi dan pengemasan.
Namun, di balik perkembangan yang menggembirakan ini, tantangan distribusi menjadi batu sandungan. Salah satu pasar utama mereka, Kereng Pangi, kini sulit dijangkau akibat razia kendaraan oleh pemerintah. Minimnya kendaraan operasional membuat distribusi sangat terbatas.
“Kami masih pakai kendaraan pribadi. Kami sudah ajukan permohonan bantuan mobil ke Bank Indonesia. Mudah-mudahan dikabulkan,” harap Imis.
Roti Pondok kini telah memiliki izin resmi P-IRT dengan nomor 2056271010273-30. Legalitas ini membuka peluang untuk menembus pasar retail modern, mengikuti pameran UMKM, dan menjangkau kabupaten lain di Kalimantan Tengah seperti Pangkalan Bun, Kuala Kurun, hingga Sampit.
Dengan modal semangat, legalitas, dan dampak sosial yang nyata, Roti Pondok adalah simbol kecil dari ekonomi kerakyatan yang berbasis nilai, komunitas, dan keberdayaan.
Di tengah keterbatasan, mereka terus bertahan menggenggam harapan lewat roti yang lembut, hangat, dan sarat makna. (*)
Penulis: Siti Nur Marifa
Editor: Vinsensius