Transmigrasi Dinilai Timbulkan Ketimpangan, HIMA Sukamara Desak Pemerintah Hargai Masyarakat Adat

hima
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Kabupaten Sukamara, Duta Erlangga yang juga mahasiswa Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) angkatan 2022.

PALANGKA RAYA – Rencana pemerintah untuk kembali mengintensifkan program transmigrasi dalam RPJMN 2025–2029 menuai kritik tajam dari kalangan mahasiswa. Duta Erlangga, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa (HIMA) Kabupaten Sukamara sekaligus mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) angkatan 2022, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak negatif transmigrasi bagi masyarakat adat Kalimantan.

“Meskipun tujuannya mulia, yaitu pemerataan pembangunan dan penyebaran penduduk, realitanya transmigrasi justru menimbulkan keresahan dan ketidakadilan,” tegas Duta, Selasa (22/7/2025).

Menurutnya, masyarakat adat yang telah turun-temurun menghuni dan mengelola tanah leluhur mereka sering kali merasa terpinggirkan oleh kehadiran transmigran yang mendapat berbagai fasilitas dari negara. Mulai dari lahan bersertifikat, rumah baru, hingga bantuan sosial, semuanya seolah menjadi kemewahan yang jauh dari jangkauan masyarakat lokal.

“Ini bukan soal iri, tapi soal keadilan dan pengakuan. Banyak masyarakat adat masih hidup dalam kemiskinan tanpa kepastian tanah, rumah layak, dan pekerjaan tetap,” ujarnya.

Ia menegaskan, transmigrasi bukan sekadar proyek pemindahan penduduk, tapi juga menyangkut hak-hak atas wilayah adat yang sering kali tak diakui. Duta menyebut, lokasi program transmigrasi seringkali berada di atas lahan yang memiliki nilai sejarah, budaya, dan spiritual bagi masyarakat setempat.

Lebih lanjut, ia mendesak pemerintah untuk melibatkan masyarakat adat dalam setiap tahap perencanaan transmigrasi, dari sosialisasi hingga pelaksanaan. Selain itu, kajian daya dukung lingkungan, dampak ekologis, serta potensi konflik sosial harus dilakukan secara transparan.

“Pembangunan tak boleh mengorbankan yang lemah demi kenyamanan yang kuat. Negara harus hadir sebagai pelindung keadilan, bukan hanya pelaksana program,” tegasnya.

Duta berharap agar transmigrasi di masa depan lebih manusiawi dan inklusif, dengan menempatkan masyarakat adat sebagai subjek utama, bukan sekadar penonton pembangunan.

Ia menutup dengan menekankan bahwa pembangunan sejati adalah yang merangkul semua, bukan yang meninggalkan sebagian. (rdi/cen)