PALANGKA RAYA – Petani di Desa Terusan Makmur, Kecamatan Bataguh, Kabupaten Kapuas, mengungkapkan keresahan mereka terhadap keberadaan tengkulak atau pengijon yang masih menjadi jalur utama dalam akses permodalan pertanian. Akibatnya, harga jual hasil panen seperti gabah kerap ditekan di bawah harga wajar.
Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Edy Pratowo, menyebut praktik tengkulak sebagai anomali dalam sistem pertanian modern.
Ia menyoroti perbedaan antara harga gabah yang telah ditetapkan pemerintah dan realitas di lapangan.
“Harga gabah sudah ditetapkan Rp 6.500 per kilogram. Tapi kenyataannya petani hanya bisa menjual di kisaran Rp 6.200 hingga Rp 6.300. Ini tentu merugikan petani,” kata Edy.
Wagub menegaskan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah tidak tinggal diam. Saat ini Gubernur Agustiar Sabran tengah mengupayakan solusi konkret melalui kerja sama dengan lembaga perbankan, khususnya Bank Kalteng, untuk menyediakan akses pembiayaan pertanian yang adil dan terjangkau.
“Kami ingin petani tidak lagi bergantung pada tengkulak. Harus ada pembiayaan yang berpihak pada petani, bukan justru membebani,” tegasnya.
Skema ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang untuk memutus mata rantai ketergantungan petani terhadap tengkulak yang sering memanfaatkan kondisi ekonomi petani yang lemah.
Pemerintah Provinsi juga akan terus melakukan edukasi keuangan, pendampingan usaha tani, dan memperluas jangkauan lembaga pembiayaan resmi di sentra-sentra pertanian di Kalimantan Tengah. (ifa/cen)
BACA JUGA : DPD Pemuda Tani Kalteng Resmi Dilantik, Dorong Regenerasi dan Kemandirian Petani Muda