PALANGKA RAYA – Rencana pelaksanaan operasi PETI Telabang 2025 oleh Polda Kalimantan Tengah selama 25 hari, mulai 4 hingga 28 Juli 2025, mendapat sorotan dari praktisi hukum sekaligus tokoh muda Dayak, Dr. Ari Yunus Hendrawan.
Ia menegaskan bahwa penertiban aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) harus dilakukan secara jujur, adil, dan setara.
“Hukum jangan lagi tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Rakyat kecil jangan terus menjadi korban. Penegakan hukum harus adil untuk semua,” tegas Dr. Ari, Jumat (5/7).
Ia menyoroti sulitnya proses legalisasi tambang rakyat yang dinilai berbelit, lama, dan rawan pungli, sehingga banyak penambang kecil yang terpaksa tetap menambang secara ilegal karena tidak punya akses terhadap proses perizinan yang layak.
“Prosedur perizinan ini justru memaksa penambang tradisional tetap ilegal. Ini paradoks,” ujarnya.
Meski mengakui bahwa PETI dapat merusak lingkungan dan memang perlu ditertibkan, Dr. Ari menilai pendekatan pemerintah yang terlalu represif justru menciptakan ketidakadilan baru.
“Penambang kecil ditangkap, alat disita, keluarga mereka kehilangan penghasilan, tanpa solusi alternatif. Ini tidak menyentuh akar masalah,” ucapnya prihatin.
Menurutnya, penegakan hukum seharusnya tidak hanya memberi efek jera, tetapi juga membuka jalan keluar yang realistis bagi masyarakat.
Sebagai solusi, Dr. Ari mengusulkan sistem perizinan yang lebih sederhana dan pro-rakyat, yakni cukup dengan rekomendasi kepala desa dan pembayaran pajak langsung ke kas desa.
“Model ini bisa memangkas birokrasi, menutup celah pungli, dan memastikan hasil tambang dinikmati masyarakat lokal dengan pengawasan desa,” jelasnya.
Untuk mewujudkan itu, ia mendorong sinergi antara DPR, Kementerian ESDM, Kemendagri, serta pemerintah daerah, agar lahir regulasi yang adil dan berkelanjutan.
“Ini bukan soal melegalkan pelanggaran, tapi bagaimana melindungi rakyat kecil sambil tetap menjaga lingkungan dan supremasi hukum,” pungkasnya. (*/cen)
BACA JUGA : Pasca Napi Kabur! Evaluasi Menyeluruh Dulu, Jangan Buru-Buru Pulihkan Jabatan Kalapas dan KPLP