Manisnya Sawit Diterpa Pahitnya Isu

isu
Karyawan perkebunan kelapa sawit PT Citra Putra Kebun Asri yang berinvestasi di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, sedang menyortir buah kelapa sawit dari kebun petani, Kamis (11/11/2021). Foto: vinsensius.

BERTAHAN DITENGAH PANDEMI COVID-19

Ditengah pandemi Covid-19, petani kelapa sawit memiliki “kekebalan” dalam hal penghasilan. Dimana sektor lain, gelombang PHK akibat virus corona membuat 3 juta pekerja kehilangan pekerjaannya.

Namun bagi petani rakyat berbanding terbalik. Di saat pandemi harga minyak sawit mentah dunia menanjak hingga level Rp 15 ribu per kg atau sekitar Rp 1,5 juta per ton.      

Dari survei APKASINDO, di masa pandemi harga tandan buah segar (TBS) tidak mengalami penurunan. Pendapatan petani sawit kurang lebih 4,6 juta per bulan. Harga TBS per tahun terus mengalami kenaikan. Harga terendah TBS per kg di tahun 2019 dikisaran Rp 1.200 hingga Rp 1.400. di Tahun 2021 harga terus melonjak mulai dari Rp 2.100 sampai dengan Rp 2.700 per kg.

Melihat data tersebut, para petani kelapa sawit dari tahun ke tahun terus merasakan manisnya minyak kelapa sawit. Meski isu-isu negatif menerpa komoditas minyak kelapa sawit tak pernah surut. Namun bukti nyata di lapangan terlihat jelas, bahwa perkebunan kelapa sawit memang menjadi sektor primadona. Tidak hanya berkontribusi terhadap APBN, akan tetapi terhadap kesejahteraan petani.         

Kelapa sawit mempunyai kontribusi signifikan bagi pembangunan di Indonesia. Dalam perspektif global, produksi minyak sawit berperan penting dalam produski minyak nabati dunia untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non-
pangan.

Indonesia bersama Malaysia merupakan dua negara yang dominan dalam produksi minyak sawit dunia. Khusus untuk Indonesia, kontribusi produksi minyak sawit dari perkebunan rakyat cukup penting. Sehingga sektor perkebunan sawit ini harus berkelanjutan. Karena bukan hanya penyangga perekonomian negara, tetapi menyangga perekonomian rakyat. (vinsensius)