MUARA TEWEH – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, menggelar rapat dengar pendapat (hearing) terkait pelepasan kawasan hutan, Selasa (7/10/2025). Dalam pertemuan tersebut, dua anggota dewan mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Reforma Agraria.
Hearing dipimpin Ketua Komisi II DPRD Barito Utara, Taufik Nugraha, dan dihadiri oleh Kepala Kantor ATR/BPN Barito Utara, Kepala UPT KPHP Barito Tengah, Asisten Sekda, Kadis PUPR, Kadis Sosial PMD, Kabag Pemerintahan Setda, serta seluruh camat se-Barito Utara.
Diskusi berlangsung dinamis. Para camat memaparkan kondisi wilayah masing-masing, sementara anggota DPRD menyoroti berbagai persoalan di lapangan.
Anggota Komisi I Fraksi Demokrat, Patih Herman AB, menilai perlu dibentuk tim khusus untuk mendatangi kementerian terkait di Jakarta.
Sementara itu, anggota Komisi III Fraksi PAN, Hasrat, menegaskan bahwa DPRD telah mengajukan permohonan perubahan kawasan hutan ke Kementerian LHK. “Kita mencari solusi legal agar masyarakat tidak terganggu dalam berusaha,” ujarnya.
Anggota Komisi III Fraksi Demokrat, Jiham Nur, mempertanyakan status lahan Bandara H. Muhammad Sidik yang belum bersertifikat. “Tidak ada berkas pembebasan tahap pertama. Siapa yang bertanggung jawab? Saya minta penjelasan dari PU dan bagian aset,” tegasnya.
Hal serupa diutarakan anggota Komisi III Fraksi PKB, Nurul Anwar, yang menyoroti sejumlah kendala lapangan, di antaranya kantor Camat Lahei Barat yang berada di kawasan hutan serta pembangunan Polsek yang tertunda karena persoalan lahan. Ia juga menyinggung kasus warga di Desa Pelari, Kecamatan Gunung Timang, yang dilarang membuka lahan meski di tanah sendiri.
Puncak hearing terjadi saat Wakil Ketua Komisi I DPRD Barito Utara, Sri Neni Trinawati (Fraksi Golkar), mengusulkan pembentukan Pansus Reforma Agraria.
“Saya mendapat laporan banyak lahan pertanian tidak bisa digarap karena masuk kawasan hutan. DPRD harus segera membentuk Pansus untuk menginventarisasi kelompok tani yang terdampak,” ujarnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKB, Parmana Setiawan, menyetujui usulan tersebut. “Saya sepakat dibentuk Pansus, namun pemerintah daerah dan DPRD juga harus mencari solusi untuk penyelesaian aset masyarakat dan pemerintah yang masuk kawasan hutan,” katanya.
Parmana menyarankan empat langkah konkret yang bisa dilakukan DPRD:
- Membentuk Perda penataan kawasan hutan.
- Menyiapkan anggaran pendukung.
- Melakukan pengawasan pelaksanaan Perda.
- Mendorong penerbitan sertipikat tanah warga.
Sebagai informasi, Reforma Agraria merupakan kebijakan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah untuk menciptakan keadilan, kemakmuran rakyat, dan ketahanan pangan.
Rapat tersebut menghasilkan tiga kesimpulan penting:
- DPRD Barito Utara akan membentuk Pansus pelepasan kawasan hutan.
- OPD diminta menginventarisasi dan mengidentifikasi kawasan hutan yang memenuhi kriteria untuk dilepaskan menjadi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).
- DPRD mendukung percepatan skema TORA serta pembentukan Pansus Reforma Agraria. (*/cen)