Kisruh Bacaleg Tekon, Pj Bupati Mura Diduga “Tabrak” PKPU

tekon
Misian, SH.

PURUK CAHU – Penjabat (Pj) Bupati Murung Raya (Mura) diduga lalai dan melakukan pembiaran terhadap tenaga honor atau kontrak (Tekon) di lingkup Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Mura dan perangkat desa, yang kini belum melakukan pengunduran diri untuk menjadi bakal calon anggota legislatif (Caleg) pada pemilu 2024 mendatang.

Dalam aturan tenaga honorer atau kontrak maupun perangkat desa diharuskan mengundurkan diri saat mendaftar sebagai bacaleg. Sementara temuan Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Mura terdapat perangkat desa dan tekon terdaftar sebagai bakal calon legislatif. Rumor beredar, para tekon maupun perangkat desa diberi “lampu hijau” oleh pimpinan mereka dengan hanya cuti.

Dalam Peraturan  Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Pada Bab III persyaratan, bagian keempat persyaratan administrasi bakal calon, pasal 11 ayat 1 huruf k, yang berbunyi mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, prajurit TNI, anggota Polri, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Sedangkan pada ayat 2 huruf b mengundurkan diri sebagai kepala desa, perangkat desa, atau anggota badan permusyawaratan desa yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Sejumlah polemik kini bermunculan seiring mendekati hari terakhir pengumuman daftar calon tetap (DCT), khususnya keikutsertaan para tekon daerah yang diduga mayoritas masih aktif bekerja dan dibiayai menggunakan APBD Kabupaten Mura.

Menindaklanjuti hal tersebut pihak DPRD Murung Raya (Mura) menggelar rapat pleno terkait tekon yang mendaftar sebagai caleg di Kabupaten Mura bersama pihak eksekutif terkait.

Rapat pleno ini dihadiri langsung oleh, Ketua DPRD Dr Doni SP Msi, Wakil Ketua I Likon SH MM, Plh Sekda Mura Serampang S Sos, Kepala BKPSDM Lentine Miraya, Perwakilan KPU dan Bawaslu setempat di Ruang Rapat Pleno DPRD Murung Raya, baru-baru ini.

Kepala BKPSDM Mura, Lentine Miraya, secara tegas mengatakan, tekon daerah tidak boleh berpolitik praktis. Seruan tersebut menurutnya sesuai dengan tertuang dalam perjanjian kontrak kerja antara pihak pertama dan kedua.

“Kondisi ini kita nilai kontradiktif dan berbenturan dengan aturan tingkat nasional yang menjelaskan ASN dan PPPK. Untuk itulah kita memasukkan poin salah satunya dalam perjanjian kerja untuk Tenaga Honor Kontrak harus netral,” kata Lentine Miraya.

Ia juga mengakui, meski terdapat poin perjanjian kerja sama yang menjelaskan tenaga honorer itu dilarang berpolitik praktis, tetapi menurutnya poin itu tidak memiliki kerangka hukum yang jelas. Baik itu yang bersifat undang-undang, peraturan Pemerintah, hingga aturan daerah.

Menanggapi kondisi ini, Anggota Bawaslu Mura, Masmuji, menjelaskan profesi yang wajib mundur karena terlibat politik praktis pada pasal 11 ayat satu huruf K, dalam PKPU diantaranya Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, TNI, Polri, ASN, Direksi, Komisaris atau yang pendapatannya (gaji/honor) bersumber keuangan Negara.

Dikatakannya, diluar dari pada item yang disebutkan itu tidak wajib untuk mundur, kecuali ada aturan berbeda bakal calon legislatif masing-masing daerah.

“Tenaga honorer tidak masuk dalam profesi yang dilarang untuk ikut sebagai calon legislatif,” terang Masmuji.

Sementara itu, Ketua DPRD Mura, Doni, mengatakan dari berbagai aspek dan pertimbangan diambil keputusan bahwa tenaga honorer yang menjadi bacaleg disarankan diberikan kesempatan hingga batas DCT ditetapkan KPU.

“Teknisnya, mereka yang ikut dalam kontestasi politik bisa diberikan cuti sementara. Jangan dipecat, jangan juga posisinya digantikan orang lain,” tutup Ketua DPRD Murung Raya.

Ia menyampaikan, meski terdapat poin perjanjian kerja sama yang menjelaskan tenaga honorer itu dilarang berpolitik praktis, tetapi menurutnya poin itu tidak memiliki kerangka hukum yang jelas. Baik itu yang bersifat undang-undang, peraturan pemerintah, hingga aturan daerah.

Sementara itu, pemerhati hukum di Kabupaten Mura, Misian, SH, menilai bahwa Pj Bupati harus tunduk dan patuh terhadap produk undang-undang dalam hal ini PKPU.

Ia menilai tidak boleh membiarkan adanya tenaga honor kontrak maupun perangkat desa maupun anggota BPD yang status pendapatan mereka diperoleh dari keuangan negara.

“Jangankan sekelas penjabat bupati, Presiden saja patuh dengan PKPU. Apa yang diperintahkan PKPU itu harus dilaksanakan, kami menilai sangat salah besar pimpinan hanya membolehkan cuti saja. Apa jadinya pemerintah tidak menghormati produk hukum,” tegas Misian.

Menurut Misian, dalam konteks PKPU tidak boleh penyelenggara meloloskan adanya calon yang syaratnya tidak memenuhi PKPU.

“Disini kembali lagi ketegasan seorang penjabat bupati supaya pemerintah bisa menjadi acuan, bukan malah ‘menabrak’ konstitusi,” imbuh Misian yang juga mantan Anggota DPRD Murung Raya periode 2014-2019. (udi/cen)