Kompolnas Dorong AKP Mahmud Dipecat, Mencoreng Nama Baik Institusi Polri

akp mahmud
AKP Mahmud

PALANGKA RAYA-Vonis dua bulan penjara serta denda sebesar Rp 5 juta subsider 1 bulan terhadap Ajun Komisaris Polisi Mahmud, yang didakwa atas perkara pencabulan anak di bawah umur, mendapat reaksi dari sejumlah pihak.

Dimana sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut AKP Mahmud tujuh tahun penjara dengan denda Rp 6,8 miliar subsider enam bulan kurungan.

Jaksa penuntut umum, Dwinanto Agung Wibowo, mengatakan pihaknya yakin terdakwa terbukti melakukan tindak pidana Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak. Namun putusan jauh dari tuntutan.

“Kami sedang pertimbangkan, kami akan siapkan berkas terkait untuk upaya banding,” kata Dwinanto kepada sejumlah awak media.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya Aryo Nugroho, menyayangkan putusan hakim yang hanya menjatuhkan vonis pidana dua bulan penjara. Ia mendorong Mahkamah Agung untuk melakukan eksaminasi atau pemeriksaan ulang putusan dari hakim di Pengadilan Negeri Palangka Raya.

“Terdakwa selalu lolos (dalam beberapa kasus) dan putusan ini sakti. Kami sangat mengecam putusan ini karena merusak rasa keadilan dan mendorong hakim yang lebih tinggi mengambil tindakan,” ucap Aryo.

Sementara itu, Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, mengatakan, terkait dengan terbuktinya terdakwa yang juga anggota polri melakukan pelecehan seksual terhadap anak. Kompolnas mendorong Polda Kalteng untuk segera memproses kode etik dan menjatuhkan sanksi terberat berupa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH).

“Perbuatan yang dilakukan pelaku adalah perbuatan yang sangat kejam. Perbuatan tercela yang mencoreng nama baik institusi. Sungguh tidak patut, seorang anggota Polri yang seharusnya melindungi anak-anak, tetapi malah melakukan kejahatan pelecehan seksual fisik pada anak,” ujarnya, Senin (14/8/2023), dilansir dari prokalteng.co.

“Kompolnas akan mengirimkan surat rekomendasi kepada Kapolri dan Kapolda Kalimantan Tengah. Terkait dorongan penjatuhan sanksi etik maksimal kepada pelaku,” tambahnya.

Poengky mengaku sangat menyayangkan putusan majelis hakim yang sangat ringan. Meskipun dirinya tetap menghormati putusan majelis hakim.

“Padahal terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pelecehan seksual fisik. Sebagaimana dimaksud Pasal 6 huruf a jo Pasal 15 Ayat (1) huruf e dan g, sehingga sebetulnya diharapkan putusan hukuman maksimal 4 tahun ditambah 1/3. Kami mengharapkan Jaksa Penuntut Umum melakukan banding. Terkait dengan terbuktinya terdakwa melakukan pelecehan seksual terhadap anak,” imbuhnya.

Humas Pengadilan Negeri Palangka Raya, Hotma Edison Parlindungan Sipahutar, membenarkan terdakwa M telah divonis bersalah. Majelis hakim menyatakan, terdakwa terbukti melanggar Pasal 6 huruf a juncto Pasal 15 Ayat (1) huruf e dan g Undang-undang Nomor 12/2002 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sesuai dengan dakwaan alternatif kedua yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.

“Iya benar telah diputus bersalah, mengenai pertimbangan nanti bisa dilihat di direktori putusan Mahkamah Agung,” katanya, Kamis (10/8).

AKP Mahmud sendiri tidak baru berurusan dengan hukum. Pada 21 April 2019, terdakwa menjadi pelaku tunggal dalam kasus kecelakaan yang menewaskan tiga mahasiswa Universitas Palangka Raya (UPR). Saat itu ia hanya dipenjara selama 4 bulan dan tidak pernah ditahan selama persidangan.

Mahmud pun saat menjabat Kepala Polsek Patangkep Tutui, ia telah menembak Julio Gutteres (40), buruh sadap karet di Kabupaten Barito Timur, hingga tewas. Dituduh mencuri, Julio disebut melawan saat hendak ditangkap.(hfz/pri/kpg/cen)