Opini  

Radar Agustiar dalam Musda Golkar

Agustiar
Agustiar Sabran. Foto: Ist

DI tengah hiruk-pikuk manuver elite Golkar menjelang Musda DPD Golkar Kalimantan Tengah (Kalteng) 2025, satu sosok yang sebenarnya memegang peran strategis justru terlihat berjalan sangat hati-hati. Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran.

Meski bukan kader Golkar, posisi Agustiar sebagai kepala daerah, figur politik dominan di Kalteng, sekaligus bagian dari keluarga politik besar Gerindra, membuat sikapnya terhadap dinamika Musda Golkar tidak bisa dianggap remeh. Bahkan, dalam percaturan kekuatan menjelang 2029, pengaruh Agustiar bisa menjadi variabel sentral.

Bagaimana sebenarnya posisi Agustiar Sabran terhadap kontestasi Edy Pratowo vs Fairid Naparin?

Sebagai gubernur dari partai berbeda, Agustiar hampir pasti menjaga jarak dari hiruk-pikuk internal Golkar. Cawe-cawe akan membuka ruang bagi tuduhan intervensi, dan itu bukan gaya politiknya.

Golkar adalah kekuatan politik besar di Kalteng, dan siapa yang memimpin partai ini akan sangat menentukan stabilitas hubungan pemerintah provinsi, arah koalisi Pilkada 2029, dan dinamika parlemen daerah.

Karena itu, Agustiar mungkin tidak ikut bermain, tetapi ia pasti mengamati dengan cermat. Edy Pratowo adalah wakil gubernur Agustiar Sabran. Hubungan keduanya sejauh ini relatif harmonis dan tanpa konflik terbuka. Jika Edy menjadi Ketua Golkar Kalteng, bagi Agustiar ada sisi positif.

Hubungan eksekutif dan partai akan lebih mudah dikonsolidasikan. Edy dikenal tidak ekstrem secara politik dan cenderung menjaga harmoni. Kecil kemungkinan muncul friksi politik tajam dalam pemerintahan provinsi. Artinya, kemenangan Edy tidak akan mengganggu stabilitas Agustiar Sabransebagai gubernur.

Sementara Fairid Naparin adalah figur muda yang menjabat dua periode Wali Kota Palangka Raya dan punya basis politik di ibukota provinsi. Wilayah strategis bagi masa depan politik siapa pun, termasuk Agustiar Sabran.

Posisi (Fairid) cukup sensitif. Fairid berpotensi menjadi rival Agustiar dalam jangka panjang. Tetapi juga bisa menjadi mitra politik dalam konfigurasi tertentu, karena Fairid memiliki jaringan kota yang tidak dimiliki Edy.

Jika Fairid memegang Golkar, dampaknya lebih politis. Bisa membuka ruang kompetisi Pilkada mendatang. Pengaruh Golkar di kawasan urban bisa lebih agresif. Peta politik jadi lebih dinamis. Olehnya, Agustiar cenderung bersikap lebih waspada terhadap kemenangan Fairid dibanding Edy.

Posisi Agustiar kemungkinan besar berada di tiga ranah. Pertama, bersikap netral di permukaan. Artinya, tidak akan memberikan pernyataan dukungan, tidak akan berpihak.

Kedua, Agustiar Sabran membutuhkan stabilitas. Terutama untuk menjalankan program pembangunan hingga tahun terakhir masa jabatannya.

Ketiga, kemenangan Edy menjadikan posisi Agustiar Sabran lebih aman. Bukan karena Edy lebih kuat, melainkan karena Edy lebih tidak mengganggu konfigurasi politik yang telah mapan.

Redaksi berkesimpulan, Agustiar Sabran lebih baik memilih sikap diam namun menentukan. Agustiar Sabran tidak ikut campur, tetapi ia adalah penonton paling penting dalam arena pertarungan ketua Golkar Kalteng.

Meski bukan bagian dari Golkar, setiap hasil Musda akan berdampak langsung pada masa kini dan masa depan politiknya. Apabila Edy menang, maka pemerintahan Agustiar kedepannya akan lebih aman. Sebaliknya, jika Fairid menang, maka dinamika politik 2029 menjadi jauh lebih kompetitif.

Tidak ada keputusan strategis di Kalteng yang benar-benar bebas dari radar Gubernur Agustiar Sabran. Ia mungkin tidak mengarahkan musda, tetapi musda berjalan dalam konteks kekuasaan yang ia kuasai.

Diketahui, pelaksanaan Musda DPD Golkar Kalteng direncanakan berlangsung pada tanggal 29 November 2025 mendatang. (*)

Penulis: Vinsensius, SPd

Catatan: Opini redaksi Kaltengoke.com ini tidak mewakili kepentingan pihak manapun.