Masyarakat Dayak Desak Hukuman Maksimal untuk Saleh dalam Kasus Pencucian Uang, Minta Vonis 20 Tahun

saleh
Gerakan Dayak Anti Narkoba Kalteng menggelar aksi di depan Pengadilan Negeri Palangka Raya, Jumat (7/11/2025). Massa mendesak bandar narkoba Saleh dihukum maksimal. Foto: Cen

PALANGKA RAYA – Gerakan Dayak Anti Narkoba (GDAN) Kalimantan Tengah (Kalteng) mendesak agar terdakwa Salihin alias Saleh, bandar besar narkoba di Kalteng, dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun penjara atas kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil kejahatan narkoba.

Dalam surat sikap yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Jumat (7/11/2025), GDAN menilai kejahatan yang dilakukan Saleh telah merusak generasi muda dan menimbulkan luka sosial mendalam bagi masyarakat Dayak.

“Saleh terlibat TPPU dari hasil penjualan narkoba dengan nilai transaksi mencapai ratusan miliar rupiah,” bunyi salah satu poin dalam surat sikap tersebut.

GDAN mendesak jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim agar menjatuhkan hukuman maksimal sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Mereka juga mengingatkan agar kejadian tahun 2022, ketika Saleh sempat dibebaskan dalam kasus kepemilikan sabu, tidak terulang kembali.

“Jika hakim kembali menjatuhkan putusan ringan, maka masyarakat Dayak akan menganggap hal itu sebagai bentuk ketidakadilan,” tegas pernyataan yang ditandatangani Ketua Umum GDAN Sadagori Henoch Binti (Ririn Binti) dan Sekretaris Jenderal Dr. Ari Yunus Hendrawan.

Ririn menegaskan, GDAN telah berkomitmen meminta kejaksaan dan majelis hakim memberikan hukuman maksimal bagi Saleh.

“Saleh ini didakwa TPPU. Kita tahu hukuman maksimalnya 20 tahun. Jadi kita minta JPU berani menuntut hukuman maksimal,” ujarnya.

Menurut Ririn, tuntutan maksimal merupakan hal wajar karena kejahatan Saleh telah merusak masyarakat Dayak. Ia menambahkan, gerakan masyarakat Dayak tidak hanya menyasar individu Saleh, tetapi juga menjadi bagian dari perang melawan narkoba di Bumi Tambun Bungai.

“Kita tidak ingin masyarakat Dayak di Kalteng rusak akibat narkoba,” tegasnya.

Wacana Pengusiran Saleh dari Tanah Dayak

Menanggapi wacana pengusiran Saleh dari Kalimantan Tengah, Ririn menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan BNN dan Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng terkait penerapan sanksi hukum adat.

Menurutnya, seseorang yang telah merusak tatanan sosial di Bumi Tambun Bungai dapat dijatuhi sanksi adat paling berat, yakni pengusiran dari tanah Dayak.

“Sanksi maksimalnya diusir dari tanah Dayak. Ini sudah diatur dalam regulasi adat. Kita akan berkoordinasi dengan para mantir dan damang untuk membahas mekanismenya,” jelas Ririn.

Sosialisasi Bahaya Narkoba di Kampung Ponton

Sebagai langkah nyata pemberantasan narkoba, GDAN bersama BNN dan kepolisian menggelar sosialisasi bahaya narkoba di Kampung Ponton, kawasan yang dikenal rawan peredaran narkoba di Palangka Raya.

“Ribuan warga tinggal di Kampung Ponton, tetapi hanya segelintir yang terlibat dalam peredaran narkoba. Karena itu, kami datang bukan untuk menangkap, melainkan memberikan edukasi agar Ponton bersih dari narkoba,” pungkasnya.

Pengadilan: Sidang Saleh Masih Berproses

Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri Palangka Raya, Ngguli Liwar Mbani Awang SH MH, mengatakan bahwa perkara TPPU yang menjerat Saleh saat ini masih berproses di pengadilan.

“Sidangnya sedang berjalan. Dakwaan terhadap Saleh sudah disampaikan oleh JPU terkait TPPU. Kami dari Pengadilan Negeri menunggu tuntutan dari JPU. Setelah tuntutan nanti ada pembelaan, tanggapan JPU terhadap pembelaan, baru majelis hakim menjatuhkan putusan. Mungkin ada sekitar tiga atau empat kali persidangan lagi,” terangnya.

Terkait penundaan sidang tuntutan, Ngguli menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan permintaan dari JPU.

“Alasan JPU, tuntutannya belum siap. Karena itu kewenangan lembaga lain, kami tidak bisa memaksa untuk segera menyampaikan tuntutan. Kami menunggu tuntutan dari JPU,” katanya.

Sementara itu, JPU Kejati Kalteng, Dwinanto Agung Wibowo, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa sidang tuntutan terhadap Saleh yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat (7/11/2025), namun kembali ditunda oleh majelis hakim dan rencananya akan digelar pada Selasa (18/11/2025) pekan depan.

“Iya benar ditunda. Majelis hakim memberikan kesempatan untuk kita menyiapkan tuntutan,” pungkasnya. (cen)