Opini  

Agustiar di Antara Banteng dan Garuda

agustiar
Ilustrasi ini dibuat menggunakan AI. (Properti Kaltengoke.com)

PETA politik Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali berdenyut setelah DPP PDI Perjuangan mulai memproses 14 nama calon ketua DPD partai. Di saat bersamaan, posisi Gubernur Kalteng, Agustiar Sabran, menarik untuk dibaca lebih dalam.

Agustiar kini bukan lagi kader banteng, melainkan kader Partai Gerindra. Partai yang mengusungnya pada Pilgub lalu hingga mengantarkannya menjadi orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai-julukan Provinsi Kalteng.

Meski telah berlabuh di Gerindra, Agustiar Sabran tak sepenuhnya meninggalkan jejak banteng di belakangnya. Hubungan personal dan emosional dengan PDIP masih terjalin erat melalui keluarganya.

Maryani Sabran, saudari kandungnya, tetap aktif sebagai kader PDIP. Sementara Sugianto Sabran adik sekaligus gubernur dua periode sebelumnya masih memegang kartu anggota PDIP.

Jaringan kekerabatan politik ini membuat posisi Agustiar unik. Ia berdiri di antara dua simbol besar. Banteng dan garuda. Di satu sisi, ia harus menjaga loyalitas terhadap partai pengusungnya, Gerindra. Namun di sisi lain, hubungan historis dengan PDIP menjadi jembatan politik yang terlalu berharga untuk diputus begitu saja.

Sebagai kepala daerah, Agustiar tentu memiliki kepentingan strategis. Ia harus menjaga hubungan baik dengan semua partai politik, terlebih dengan PDIP yang saat ini memegang posisi penting di legislatif. Ketua DPRD Kalteng, Arton S. Dohong, merupakan kader PDIP yang memiliki peran besar dalam menentukan arah kebijakan daerah.

Hubungan harmonis antara eksekutif dan legislatif menjadi kunci keberhasilan pemerintahan daerah. Agustiar tampaknya memahami bahwa dalam politik lokal, stabilitas lebih penting daripada rivalitas. Dengan demikian, menjaga komunikasi politik dengan PDIP bukan hanya taktis, tetapi juga esensial agar visi dan misi pembangunan Kalteng dapat berjalan tanpa hambatan.

Pertanyaan apakah gubernur akan ikut “cawe-cawe” dalam dapur politik PDIP wajar mengemuka. Namun, dalam konteks politik Kalteng, “cawe-cawe” tidak harus dipahami sebagai intervensi, melainkan sebagai bentuk diplomasi politik.

Agustiar bisa saja memainkan peran simbolik, membangun komunikasi dengan PDIP untuk mengamankan dukungan lintas partai dalam menghadapi pemilu 2029.

Dengan relasi yang terjaga baik, Agustiar memiliki peluang besar untuk merangkul PDIP dalam koalisi politik masa depan. Bagi PDIP sendiri, kedekatan dengan gubernur petahana bisa menjadi langkah pragmatis untuk menjaga pengaruh di tingkat provinsi, terlebih jika dinamika di pusat juga mengarah pada kolaborasi.

Menariknya, DPP PDIP melalui Ketua Umum Megawati Soekarnoputri telah menyatakan bahwa partai besutannya kini berperan sebagai penyeimbang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang notabene merupakan Ketua Umum Partai Gerindra. Pernyataan ini dibaca sebagai sikap politik realistis yang tidak konfrontatif, melainkan menempatkan PDIP sebagai mitra kritis dalam pemerintahan nasional.

Melihat hubungan PDIP–Gerindra di pusat yang berjalan baik, tidak menutup kemungkinan kolaborasi di daerah juga akan terjalin secara harmonis. Di tingkat lokal seperti Kalteng, di mana komunikasi personal dan politik memainkan peran penting, harmoni kedua partai bisa menjadi modal untuk stabilitas pemerintahan sekaligus memperkuat posisi masing-masing pada tahun 2029 nanti.

Dikutip dari Antara, terdapat 14 nama yang kini tengah digodok DPP PDIP sebagai calon Ketua DPD PDIP Kalteng, yakni Arton S Dohong, Sigit K Yunianto, Lohing Simon, Yohanes, H. Muhammad Wiyatno, Dendy Mahaputra, Sakariyas, Nyelong Inga Simon, Yetro Midel Yoseph, Maryani Sabran, H. Supian Hadi, Artaban, Yeni Maria Marselina Kahta, dan H. Halikinnor.

Komposisi nama tersebut mencerminkan keberagaman kekuatan. Dari figur birokrat, politisi senior, hingga tokoh muda yang berpotensi membawa arah baru bagi PDIP. Namun, satu benang merah yang tampak adalah masih kuatnya pengaruh politik keluarga Sabran di antara daftar nama itu. Artinya, walau secara formal telah berjarak, bayang-bayang pengaruh Agustiar belum benar-benar hilang dari orbit PDIP Kalteng.

Menatap 2029, dua poros kekuatan besar Gerindra dan PDIP diperkirakan akan terus bersaing sekaligus berinteraksi. Dalam situasi seperti ini, Agustiar Sabran berada di posisi strategis sebagai penentu arah politik lokal.

Hubungan harmonis dengan PDIP dapat membuka peluang besar bagi dirinya untuk memperoleh dukungan lintas partai, sementara Gerindra tetap menjadi rumah politik utamanya.

Politik Kalteng tengah menapaki fase yang menarik. Bukan lagi sekadar soal partai mana yang kuat, melainkan siapa yang mampu membangun jejaring kekuasaan yang lentur dan saling menguntungkan.

Di tengah konstelasi itu, Gubernur Agustiar Sabran lebih tepat memilih jalan harmoni. Strategi paling realistis untuk mempertahankan pengaruh di tengah tarian kepentingan menuju Pilgub 2029. (*)

Penulis: Vinsensius

Disclaimer: Opini ini merupakan catatan Redaksi Kaltengoke.com tanpa mewakili kepentingan pihak mana pun.

BACA JUGA : Berebut Tahta Merah di Kalteng! Loyalis Tua atau Kader Pembaharu?