Harga Minyak Anjlok Usai Serangan Rudal Iran ke Pangkalan AS di Qatar, Selat Hormuz Jadi Titik Kritis

iran
Ilustrasi dibuat menggunakan AI. (Properti Kalteng.oke.com)

KALTENGOKE.COM – Harga minyak mentah dunia jatuh tajam pada Senin (23/6), menyusul kabar bahwa serangan rudal Iran ke Pangkalan Udara Al-Udeid milik Amerika Serikat di Qatar.

Meski demikian investor menilai situasi masih bisa diredam dan belum mengarah ke konflik terbuka yang luas.

Harga minyak mentah jenis WTI AS turun $4,20 atau 5,69% ke $69,64 per barel pada pukul 13:54 waktu setempat. Sementara itu, Brent anjlok $4,38 atau 5,69% menjadi $72,63.

Serangan rudal oleh Iran pada Senin pagi waktu setempat menyasar pangkalan militer AS terbesar di Timur Tengah.

Namun, sistem pertahanan udara Qatar berhasil mencegat rudal tersebut, dan tidak ada laporan korban luka atau tewas, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar.

Pasar minyak sempat melonjak tajam pada Minggu malam, usai AS meluncurkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran.

Brent bahkan sempat menembus $81, tertinggi sejak bulan sebelumnya, sebelum kembali turun.

“Pasar kini sedang memposisikan diri pada skenario bahwa konflik akan mereda secara bertahap,” kata Jorge Leon, Kepala Analisis Geopolitik Rystad Energy kepada CNBC.com.

Namun Leon juga mengingatkan bahwa kemungkinan terburuk belum sepenuhnya hilang.

“Skenario ekstrem di mana Iran menutup Selat Hormuz masih sangat realistis. Jika itu terjadi, situasi bisa memburuk dengan sangat cepat,” ucpanya.

Selat Hormuz adalah jalur pelayaran vital yang dilalui sekitar 20 juta barel minyak per hari, atau setara dengan 20% konsumsi global, menurut Energy Information Administration (EIA).

Media Iran melaporkan bahwa parlemen negara itu mendukung opsi penutupan Selat Hormuz, meski keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio memperingatkan bahwa tindakan itu akan menjadi “bunuh diri ekonomi” bagi Iran karena ekspor minyak mereka sendiri melewati jalur tersebut.

“Itu akan memicu respons besar-besaran, bukan hanya dari AS, tetapi juga dari negara lain,” ujar Rubio dalam wawancara dengan Fox News.

Rubio juga menyerukan agar pemerintah China turut menekan Iran agar tidak menutup selat, karena sekitar 50% impor minyak laut China berasal dari Teluk Persia.

Sementara itu, ketegangan meningkat di Irak, produsen minyak terbesar kedua OPEC, di mana milisi pro-Iran mengancam akan menyerang pangkalan AS jika Iran diserang lebih lanjut.

Arab Saudi, eksportir minyak terbesar dunia, menyerukan ketenangan dan mengungkapkan keprihatinan mendalam atas serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran.

“Kerajaan Arab Saudi mengikuti dengan penuh perhatian perkembangan di Iran, khususnya penargetan fasilitas nuklir oleh Amerika Serikat,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi.

Arab Saudi, yang sebelumnya bersitegang dengan Iran, menjalin kembali hubungan diplomatik tahun lalu. Hal ini dianggap dapat menjadi penyeimbang untuk menghindari kekacauan pasokan energi global.

Kepala Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol, menyatakan lembaganya terus memantau situasi dan siap bertindak bila diperlukan.

IEA menyimpan 1,2 miliar barel cadangan darurat yang dapat dilepas untuk menstabilkan pasar global. (*/cen)

BACA JUGA : Iran Serang Pangkalan Militer AS di Qatar, Rudal Dicegat Pertahanan Udara Doha