KALTENGOKE.COM – Pakar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD menegaskan bahwa pemakzulan terhadap Presiden dan Wakil Presiden bisa dilakukan secara terpisah, meskipun keduanya dipilih dalam satu paket dalam pemilu.
Pernyataan ini sekaligus membantah pendapat yang menyebutkan bahwa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka hanya bisa dimakzulkan bersama-sama.
“Sudah terjadi dua kali: Pak Harto jatuh, Habibie naik. Gus Dur jatuh, Bu Mega naik. Itu bisa,” ungkap Mahfud dalam kanal YouTube-nya, Rabu (11/6/2025).
Mahfud mengacu pada Pasal 7A UUD 1945 yang menyebut bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR, jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat jabatan.
Menurut Mahfud, frasa “dan/atau” dalam Pasal 7A menjadi penanda penting bahwa pemakzulan bisa dilakukan hanya terhadap salah satu pejabat negara tersebut.
“Presiden dan/atau Wakil Presiden itu menandakan bisa diberhentikan jika terbukti melakukan lima pelanggaran hukum,” jelasnya.
Pernyataan Mahfud ini muncul menyusul pernyataan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut bahwa Prabowo dan Gibran adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan dalam konteks pemakzulan karena mereka dipilih bersama dalam Pilpres 2024.
“Pemilihan presiden dan wakil presiden kemarin, kan, satu paket. Bukan sendiri-sendiri,” kata Jokowi, Jumat (6/6/2025), di Solo.
Namun, Mahfud berpendapat bahwa sistem pemilu yang memilih pasangan secara bersamaan tidak membatalkan kemungkinan pemakzulan dilakukan terhadap salah satu dari keduanya jika ada dasar hukum yang kuat.
Wacana ini mengemuka setelah Forum Purnawirawan TNI mengirim surat kepada DPR yang berisi usulan pemakzulan terhadap Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi sendiri menilai hal itu sebagai bagian dari dinamika politik dan demokrasi.
“Bahwa ada yang menyurati seperti itu, itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja,” ujarnya.
Namun, Jokowi menegaskan bahwa pemakzulan hanya bisa terjadi jika terdapat pelanggaran berat seperti korupsi atau perbuatan tercela.
Mahfud MD menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia memungkinkan mekanisme pemberhentian secara individual, sebagaimana pernah dibuktikan dalam sejarah perpolitikan nasional. (cen)
BACA JUGA : Presiden Prabowo Terkesan Produk Olahan Jagung Bengkayang, Dukung Swasembada Berbasis Teknologi