SAMPIT – Seorang remaja berusia 16 tahun di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus menawarkan pekerjaan.
Kakak korban berinisial E, yang berprofesi sebagai pengusaha kuliner, menceritakan bahwa kasus ini bermula pada September 2024 lalu. Saat itu, salah satu pelanggannya berinisial T menawarkan pekerjaan sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) dari kakaknya yang diduga pelaku berinisial R.
Mengetahui tawaran itu, E kemudian memberitahukan adiknya yang saat itu kebetulan sedang mencari pekerjaan. Setelah menerima tawaran itu, korban langsung diterima bekerja oleh R dan berangkat ke Kota Palangka Raya.
“Sebelumnya, saya sempat diyakinkan oleh R ini. Kami diajak ke rumahnya, dia memperkenalkan diri, dan segala macam. Setelah itu, koper adik saya dibawakan, dia disuruh beres-beres, lalu berangkat ke Palangka Raya saat itu juga,” jelas kakak korban, Rabu (5/3/2025).
Setelah tiba di Kota Palangka Raya, komunikasi antara E dan adiknya mulai terputus. Karena E khawatir dengan keadaan adiknya. Kemudian dirinya menghubungi R untuk menanyakan keadaan adiknya. Namun, R beralasan bahwa mereka baru tiba di Palangka Raya dan ponsel adiknya kehabisan baterai.
“Saat itu saya masih belum curiga, setelah masuk hari kedua saya mulai curiga dengan R, karena saat saya menanyakan kabar adik saya dia (R) membuat alasan bahwa adik saya sering menggunakan ponsel untuk video call dan teleponan saat bekerja, padahal itu tidak benar. Lalu, si R menyita ponsel adik saya,” ungkapnya.
Beberapa hari kemudian, adik korban akhirnya berhasil menghubunginya dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Korban mengaku bahwa selama di Palangka Raya, dia dipaksa oleh R untuk melayani beberapa pria selama empat hari.
“Kata adik saya, dia sempat menolak saat diajak ke hotel, tetapi dia diancam kalau tidak mau katanya tidak akan dipulangkan. Jadi, mau tidak mau adik saya melakukan hal tersebut selama empat hari. Dalam satu hari, katanya bisa melayani 2 sampai 3 orang pria,” terangnya.
Adik korban juga mengatakan, bahwa setiap kali melayani para pria tersebut, korban akan diberikan uang antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu, bahkan ada juga yang tidak memberikan uang, karena semua uang tersebut diambil oleh R.
Mendengar cerita adiknya ini, E kemudian melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib, termasuk aparat kepolisian dan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak untuk ditindaklanjuti.
“Kami berharap kasus ini dapat diusut hingga tuntas, karena sekarang adik saya sedang hamil tanpa ayah,” ucapnya.
Diketahui, saat ini kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap terkait dugaan kasus TPPO tersebut. (pri)