Bisnis Thrift Impor “Hantui” Pelaku UMKM

Bisnis Thrift Impor
Thrifting atau belanja barang bekas. Foto: ILUSTRASI

PALANGKA RAYA – Bisnis Thrifting atau belanja barang bekas Import seolah menjadi tren di masyarakat dewasa ini. Aktivitas seseorang yang membeli barang-barang bekas jadi pilihan baru dan diminati oleh sebagian masyarakat.

Wilayah Kalteng, khususnya di Kota Cantik-Julukan Kota Palangka Raya ini tak terkecuali, barang thrift mulai menjamur di lapak store fisik maupun online.

Tak sedikit masyarakat yang lebih menyukai membeli produk bekas, seperti beragam jenis pakaian. Dijual dengan harga yang lebih pas di kantong. Masyarakat akan merasa untung ketimbang membeli baju baru bermerk tertentu di pasaran dengan kualitas yang sebanding dan justru bahkan di atas rata-rata.

Pakaian ataupun barang bekas ini didapati sedikit banyaknya berasal dari merk buatan luar negeri atau barang impor. Hal ini lantas menjadi momok menakutkan bagi para pelaku industri UMKM. Para penjual produk lokal yang diusahakan UMKM ini terancam dan terganggu dengan keberadaan barang impor yang dibeli konsumen khususnya di thrift store.

Menyikapi hal tersebut, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Provinsi Kalteng telah mengambil langkah salah satunya dengan melakukan dan meningkatkan pengawasan terhadap peredaran impor barang bekas di pasaran.

Kepala Disdagperin Kalteng, Aster Bonawaty, mengatakan pihaknya akan terlebih dahulu memastikan apakah barang thrift sepatu dan pakaian yang masuk ke wilayah Kalteng merupakan barang dengan jalur resmi atau tidak.

“Maka harus dilakukan tracing terlebih dulu asal-usul barang tersebut. Kami akan koordinasi bersama Bea Cukai Palangka Raya untuk memastikan apakah ada pelanggaran kepabeanan khususnya yang melanggar Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor,” ucapnya.

Apabila ada indikasi pelanggaran kepabeanan terkait asal-usul barang thrift, sebagaimana diatur dalam lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 Tabel IV tentang barang yang dilarang impor tersebut, maka pihak Disdagperin bersama dengan Bea Cukai Palangka Raya dan Polda Kalteng akan melakukan pengawasan bahkan penyitaan apabila barang terindikasi tidak sesuai dengan aturan yang dipersyaratkan.

Lanjut Aster menjelaskan, bahwa pihaknya memiliki kewenangan dalam melaksanakan pengawasan terkait pelanggaran atas Permendag No. 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

“Tindakan ini berupa pencegahan dalam rangka menjaga dan mencegah hal buruk yang bisa saja masuk menyertai barang-barangbekas Impor seperti wabah virus maupun penyakit lainnya dari negara asal barang import,” jelasnya.

Sebagaimana yang telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GN-BBI), keberadaan barang thrift impor ini tentunya mengganggu motto Cintailah Produk Indonesia.

Aster mengajak seluruh masyarakat Kalteng agar kiranya lebih mencintai dan bangga menggunakan produk lokal yang tidak kalah ketinggalan baik dari segi kualitas, model dan ragamnya dibanding produk luar.

“Dengan menggunakan produk lokal, maka ini memberikan peluang kepada pelaku IKM/UMKM untuk terus berproduksi dan bangkit kembali dari pasca pandemi. Ketika membeli produk dalam negeri artinya kita menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai bangsa yang besar dan mandiri,” tutupnya. (fit*/cen)

Baca Juga: Dini Hari, Gedung LPPM UPR Berkobar