SETELAH penantian panjang selama 6 tahun lamanya, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi Undang-Undang melalui rapat Paripurna, Selasa (12/04/22).
Pengesahan RUU TPKS ini mendapat banyak sambutan dan tepuk tangan riuh dari anggota dewan dan kelompok masyarakat yang hadir langsung di area balkon.
RUU ini juga sudah beberapa kali masuk Porlegnas, Presiden Joko Widodo pun turut ikut untuk mendorong agar RUU tersebut cepat disahkan.
RUU TPKS ini terdiri dari 8 BAB dan 93 Pasal. DPR dan Pemerintah melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil dalam proses penyusunannya.
Sebelum berubahnya nama, RUU ini sempat menuai kecaman dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), bahkan sampai detik-detik RUU TPKS disahkan menjadi undang-undang.
Menurut Dewan Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) frasa “persetujuan untuk melakukan hubungan seksual” atau sexual consente seharusnya tetap dilarang untuk mereka yang belum resmi menikah.
Sejumlah kelompok masyarakat juga sempat menentang RUU ini sebab mereka menganggap RUU ini mendukung zina dan LGBT.
Namun anggapan ini sudah sering kali dibantah oleh pengusul RUU PKS dan Komnas Perempuan.
Banyak perdebatan mengenai nama RUU PKS ini karena tidak menyebut kekerasan seksual melainkan kejahatan seksual. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ingin RUU ini memiliki tujuan untuk fokus pada tindak kejahatan seksual, seperti pemerkosaan, penyiksaan seksual, penyimpangan perilaku seksual, pelibatan anak dalam tindakan seksual, dan inses.
Sehingga akhirnya pada September 2021 RUU PKS resmi berubah nama menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Menurut Willy, pengesahan RUU TPKS merupakan hadiah menjelang peringatan Hari Kartini, sosok yang selama ini dikenal sebagai pejuang emansipasi perempuan. Mengutip dari (https://nasional.kompas.com/read/2022/04/12/11414651/ruu-tpks-disahkan-jadi-undang-undang-tepuk-tangan-membahana-di-dpr)
Dengan demikian kita pasti saja mengharapkan agar semakin sedikit orang yang berani melakukan kekerasan seksual pada perempuan maupun laki-laki di Indonesia. Dengan disahkannya RUU TPKS kita juga diharapkan untuk terus mengawasi dan mengawal orang-orang yang berani melanggarnya agar tidak ada lagi korban kekerasan seksual yang tidak berani melaporkan kasusnya kepada pihak berwajib. Ini juga bertujuan untuk melindungi korban-korban kekerasan seksual dari para predator seksual diluar sana. (*)
Penulis: Nur Aida Fitriana (Mahasiswa Universitas Palangka Raya).