NANGA BULIK – Konflik antara warga dengan PT Nirmala Agro Lestari (NAL) berbuntut panjang. Meski sudah melakukan beberapa pertemuan. Namun kedua belah pihak tak kunjung bersepakat. Terakhir, sejumlah warga nekat menghentikan aktivitas perusahaan di lahan yang selama ini disengketakan.
Di tengah konflik tersebut, muncul satu nama yang selama ini dituding memiliki nasib berbeda dengan warga yang terus bejuang dan mengaku menuntut haknya. Nama itu yakni, H Rere Nor Edimansyah SH (Haji Rere).
Dia disebut-sebut sebagai koordinator 6 (enam) koperasi yang tersebar di enam desa sekitar lahan perkebunan sawit perusahaan yang berada di bawah bendera PT Astra Agro Lestari (AAL), Astra Group.
Menanggapi tudingan itu, Haji Rere menyebut jika apa yang dituduhkan kepada dirinya sama sekali tidak mendasar. Bahkan, dirinya menyatakan isu yang beredar di tengah masyarakat tersebut sengaja dihembuskan oleh orang-orang yang ingin menjatuhkan nama baiknya.
“Saya sudah tahu siapa-siapa saja yang sengaja memainkan isu itu. Selain iri, mereka itu memang ingin menjatuhkan nama baik saya,” beber Haji Rere. Kamis, (10/3/2022).
Padahal, lanjut dia, mereka itu orang-orang yang sama sekali tidak memahami persoalan sebenarnya. Mereka itu hanya melakukan penghasutan kepada warga demi kepentingan pribadi dan kepentingan politik semata.
“Isu itu disebar oleh orang-orang yang memiliki kepentingan politik,” sebutnya.
Menyinggung persoalan kelompok tani yang saat ini sering dipersoalkan, Haji Rere menjelaskan jika orang-orang yang mempersoalkan itu tidak memahami ujung pangkal permasalahannya. Pasalnya, kelompok tani yang sering disebut-sebut tersebut sudah lama dibubarkan oleh bupati.
“Saya pernah diperiksa Kejaksaan Agung, sudah saya jelaskan semua di sana. Karena tidak memiliki legitimasi yang kuat, Surat Keputusan (SK) Bupati Lamandau dicabut dan kelompok tani dibubarkan,” ujar Haji Rere.
Setelah itu, kata dia, lahan digarap secara pribadi. Mereka memperoleh lahan garapan sesuai porsinya.
“Saya hanya menjadi koordinator untuk berhubungan dengan pihak perusahaan (PT NAL). Tetapi catat! Bukan untuk melakukan kerja sama, karena diantara koperasi dengan pihak perusahaan tidak ada kerja sama,” tegasnya.
Diceritakan Haji Rere, lahan garapan para anggota koperasi itu juga bukan merupakan lahan perkebunan sawit yang sudah bagus dan rapi. Tetapi lahan yang masih banyak ditanami semak belukar, pun demikian belum ada akses jalan untuk mendukung kegiatan panen.
“Untuk mempersiapkan lahan bisa menjadi seperti saat ini, kami juga berkeringat, berjuang dan itu butuh biaya,” katanya.
Menurut Haji Rere, stigma negatif yang terlanjur beredar ditengah masyarakat terhadap dirinya perlu diluruskan. Pasalnya, dirinya berkeyakinan lahan yang saat ini digarap, diperoleh dengan cara yang sah dan sesuai aturan yang berlaku.
“Bagi yang merasa keberatan, silahkan gugat ke pengadilan, ini negara hukum! Saya siap menghadapi dan mempertahankan hak saya,” ucapnya menegaskan.
Haji Rere Minta Oknum LSM Diusut
Tidak hanya meluruskan tudingan terhadap dirinya, Haji Rere juga meminta instansi terkait untuk memeriksa oknum LSM yang selama ini menjadi salah satu aktor dibalik keriuhan persoalan tersebut.
Dirinya menyayangkan adanya perjanjian antara oknum LSM dengan warga. Tertuang dalam perjanjian, ungkap Haji Rere, pembagian hasil dengan perbandingan 70:30, jika apa yang selama ini dituntut dan diklaim warga itu berhasil. Saat ini pihaknya memiliki copy atau salinan perjanjian tersebut.
“Saya rasa ini merupakan bentuk pembodohan kepada masyarakat. Apa hak LSM kok minta 30 persen lahan jika tuntutan warga dipenuhi,” tukasnya.(adz/cen)