Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Rektor UPR, Karuna: Penistaan Nilai-nilai Akademis dan Mencederai Demokrasi Kampus

jabatan rektor
Mantan Presma Bem UPR 2018-2019, Karuna Mardiansyah SP (Kiri) dan mantan Presma Bem UPR 2021, Beni (Kanan). Foto: Ist.

PALANGKA RAYA – Isu atau wacana perpanjangan masa jabatan rektor Universitas Palangka Raya (UPR) terkuak ke permukaan. Setelah adanya tulisan salah satu dosen Fisip UPR yang menilai wacana perpanjangan tersebut berpotensi menjadi preseden kurang baik bagi demokrastisasi di dunia kampus.

Hal senada pun disampaikan Demisioner Presma Bem UPR periode 2018-2019, Karuna Mardiansyah SP. Ia mengatakan, telaah kritis dari dosen muda Fisip telah menyadarkan civitas kampus yang belakangan tampak tenang. Akan tetapi, menyimpan situasi yang mengarah pada penistaan pada nilai-nilai akademis dan mencederai demokrasi kampus.

Tidak hanya itu saja, Karuna sapaan akrabnya, menyayangkan wacana perpanjangan masa jabatan rektor ini dikritisi oleh dosen. Seharusnya kata dia, datang dari oraganisasi-organisai mahasiswa terutama Bem UPR.

“Ini tamparan keras kepada Bem UPR dan kita sebagai alumni sangat malu atas diamnya mahasiswa. Ada apa dengan Bem? apakah mereka menjadi bagian dari situasi ini ? akan banyak pertanyaan yang mengarah kepada kecurigaan terhadap sikap Bem UPR,” tegasnya.

Ia berharap agar Bem UPR sesegara mungkin menanggapi proses ini yang tampaknya mengarah kepada proses yang inkonstitusional.

“Kalau tidak, maka tidak akan ada lagi yang percaya pada integritas Bem, sehingga akan merusak proses kaderisasi dan menimbulkan krisis kepercayaan pada gerakan mahasiswa kedepan,” terangnya.

“Kita berharap kepada senat univeritas yang memiliki kapasitas mengawal proses pemilihan rektor agar tetap menjaga integritas, meletakkan segala sesuatunya pada jalur yang benar, sehingga kampus UPR mampu memberikan contoh bagaimana proses demokratisasi yang baik dan benar ditengah masyarakat, kami masih sangat percaya itu,” tambahnya.

Terpisah, Presma Bem UPR periode 2021, Beni pun ikut angkat suara. Kepada Kaltengokecom, ia mengatakan, bahwa pemilihan rektor UPR memang harus menjadi salah satu fokus agenda mahasiswa. Bahkan, seluruh elemen civitas akademik pun alumni dengan porsinya masing-masing.

“Mengingat hanya dalam hitungan bulan saja masa penjaringan rektor UPR dibuka. Maka, isu mengenai perpanjangan masa jabatan rektor yang berhembus mendapat banyak respon pro dan kontra, sejatinya semua sah didalam alam demokrasi,” jelasnya.

Namun kata dia, ada hal penting yang harus digaris bawahi adalah momentum regenerasi kepemimpinan di kampus UPR. Dimana Sumber Daya Manusia (SDM ) UPR diuji. Apakah akan ada yang melanjutkan estafet kepemimpinan atau perpanjangan masa jabatan?

“Tentu saya secara pribadi tidak meragukan SDM yang ada di UPR dan pasti akan ada yang sanggup melanjutkan estafet kepemimpinan, karena pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang melahirkan seorang pemimpin,” ungkap Beni.

“Ini tanggung jawab bersama untuk pengawalan proses demokrasi kampus. Senat sesuai porsinya, dosen dan tenaga pendidikan sesuai porsinya, mahasiswa sesuai porsinya dan alumni sesuai porsinya, kita ingin UPR mencerminkam integritas dan mencerminkan regenerasi kepempinan yang baik. Sudah ada aturannya, kita ikuti saja peraturannya dengan jujur,” tutup Beni.

Sekedar diketahui, masa jabatan rektor UPR berakhir pada tanggal 7 September 2022. Sesuai dengan aturan yang berlaku bahwa rektor UPR saat ini, Dr. Andrie Elia, SE, M.Si, tidak bisa mencalonkan diri kembali sebagai bakal calon rektor UPR periode 2022-2026 dikarenakan terkendala batas usia lebih dari 60 tahun. Dimana dikatakan didalam Permenristekdikti 19/2017 Pasal 4 huruf c. (cen)