Kasus Asang Dianggap tak Masuk Akal, Usai Ditetapkan Sebagai Tersangka

Kasus Asang
H Asang (tengah) bersama kuasa hukumnya Rahmadi G Lentam (kanan) dan Benny Pakpahan saat menunjukkan berkas. Foto: Juniardi

PALANGKA RAYA – Usai ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi pekerjaan jalan sepanjang 43 kilometer dari  Desa Tumbang Sanamang hingga Desa Kiham Batang Kecamatan Katingan Hulu, Kabupaten Katingan tahun 2020 oleh Kejaksaan Tinggi Kalteng. H Asang melalui kuasa hukumnya, Rahmadi G Lentam menganggap, kasus tersebut tak masuk akal.

Ia mengatakan, bahwa apa yang dialami kliennya itu tidak mengedepankan rasa keadilan. Apalagi status kliennya dalam kasus ini awalnya sebagai pelapor, kok malah ditetapkan tersangka.

“Saya anggap kasus ini tak masuk akal, padahal awalnya sebagai pelapor, seakan-akan ini seperti yang dialami Nurhayati,” kata Rahmadi.

Dengan adanya kasus ini, Rahmadi pun menantang pihak penyidik Kejati Kalteng melakukan gelar perkara. “Saya tantang penyidik gelar perkara, namun harus sesuai fakta-fakta dan mengedepankan keadilan,” tegasnya.

Disisi lain juga dengan mengedepankan rasa keadilan, pihaknya pun resmi melaporkan sembilan kepala desa (kades) yang menurutnya harus bertanggungjawab atas dugaan korupsi ke Ditreskrimsus Polda Kalteng.

“Sudah kita laporkan ke Polda Kalteng, mereka harus bertanggung jawab atas dugaan korupsi ini,” tegasnya.

Rahmadi menyebut, kejanggalan terjadi karena 11 kades yang membuat Surat Perintah Kerja (SPK) hanya menjadi saksi. Faktanya hanya dua kades yang membayar penuh kepada Asang dan sembilan kades menolak pelunasan pembayaran.

Pernyataan Rahmadi dikuatkan oleh Putusan PN Kasongan dan Pengadilan Tinggi Palangka Raya yang menyatakan para kades tersebut harus melunasi pembayaran sesuai SPK.

“Padahal sudah jelas didalam putusan perdata PN Kasongan dan PT Palangka Raya yang menyatakan kades tersebut harus membayar lunas sesuai SPK,” terangnya.

Keputusan melaporkan 9 kades atas dugaan tindak pidana korupsi juga karena ada temuan dalam laporan desa.

“Mereka membuat laporan keuangan desa ke Kementerian Desa seolah-olah dana telah habis terpakai untuk membayar pembangunan jalan,” beber Rahmadi.

Menurut Rahmadi, unsur menyalahgunakan jabatan ataupun memperkaya diri sendiri atau orang lain seharusnya tidak dapat disangkakan kepada Asang.

“Karena Asang merupakan penerima perintah kerja bukan yang memerintahkan bekerja atau bagian dari pemerintahan,” kata Rahmadi.

Sehingga unsur menyalahgunakan kewenangan jabatan tidak terpenuhi dari Asang dalam kasus itu. Asang juga baru menerima Rp2,078 miliar dan masih ada kekurangan pembayaran Rp1,3 miliar.

“Klien saya ini justru merugi. Tidak memenuhi unsur pasal menguntungkan atau memperkaya diri sendiri,” papar Rahmadi.

Dia meminta para pihak menghormati putusan pengadilan terkait putusan gugatan perdata sebelum terbukti sebaliknya.

“Kita akan laporkan etika dan konstruksi hukumnya ke Kejaksaan Agung , Komisi Kejaksaan dan Komisi Nasional Hak Asasi.Manusia,” kata Rahmadi.

Asang juga telah mengajukan praperadilan melawan Penyidik Kejati Kalteng. “Sidang pertama akan digelar 9 Maret 2022 di PN Palangka Raya,” pungkas Rahmadi. (jun)